Daftar Blog Saya

Selasa, 24 Juli 2012

Bab 2 Skripsi

BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

A.    Kajian Pustaka
Berbagai penelitian mengenai upaya-upaya pelestarian budaya telah dilakukan oleh beberapa pihak. Hasil-hasil dari peneltian tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan-bahan referensi untuk tinjauan dalam berbagai kajian.
Penelitian Juliani (2010) yang mengkaji tentang “Upaya Pelestarian Kesenian Tradisional Barongan di Tengah Perkembangan Kesenian Modern di Kelurahan Kunden, Kecamatan Blora Kabupaten Blora” menjelaskan bahwa Kesenian Tradisonal Barongan merupakan kesenian rakyat yang sangat terkenal dikalangan masyarakat Blora, terutama masyarakat di daerah pedesaan. Paguyuban Kesenian Tradisonal Barongan di desa Kunden dapat bertahan di tengah perkembangan kesenian modern karena mempunyai beberapa faktor pendukung dalam upaya pelestariannya.
13
Para seniman dalam upaya pelestarian kesenian tradisonal Barongan di desa Kunden melakukan peningkatan kualitas penampilan dan menyuguhkan beberapa adegan serta atraksi-atraksi baru, menambahkan alat-alat musik modern dan lagu-lagu baru yang sesuai dengan permintaan penonton dalam pementasan tanpa mengurangi unsur tradisional di dalamnya. Para seniman tesebut juga menambah frekuensi pertunjukkan, menjaga kondisi dan kestabilan para pemain, mendisiplinkan anggota-anggota grup kesenian dan memperluas jangkauan wilayah pertunjukkan.
Pemerintah Kabupaten Blora memberikan perhatian khusus dalam upaya pelestarian kesenian tradisonal Barongan dengan mengadakan deklarasi kesenian tradisional barongan dan menyertakan kesenian tradisional ke dalam Parade Seni Budaya Jawa Tengah. Masyarakat yang menjadi pendukung dalam upaya pelestarian kesenian Barongan juga menunjukkan peranannya dengan mengedarkan rekaman pertunjukkan yang berupa kaset CD yang dijual di lapak-lapak sekitar pasar.
Upaya-upaya yang dilakukan untuk menjaga kelestarian kesenian tradisonal Barongan diharapkan memberikan dorongan kepada masyarakat untuk dapat memiliki rasa tanggung jawab dan mengambil pembelajaran serta memahami arti penting dari kesenian tradisonal Barongan. Seniman diharapkan tetap professional dan selalu melestarikan kesenian Barongan sebagai kesenian tradisional yang tidak kalah populer dengan kesenian modern.
Setiana (2010) dalam “Kajian Foklor tentang Pelestarian Tradisi Macapat di Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat” menuturkan bahwa kesenian macapat merupakan warisan budaya yang adiluhung. Kesenian macapat sudah ada sejak zaman kerajaan-kerajaan di tanah Jawa dan menjadi sebuah foklor atau tradisi masyarakat. Pada era globalisasi kesenian macapat meredup karena anak-anak muda lebih menyukai kesenian modern daripada kesenian tradisional.
Masyarakat dewasa ini cenderung mengenal kesenian macapat hanya dalam bentuk campursari. Kesenian macapat kurang diketahui oleh masyarakat umum karena kesenian macapat sudah jarang ditemukan dan sudah sedikit juga orang yang bisa mengajarkan kesenian macapat tersebut, oleh karena itu kesenian macapat perlu dilestarikan karena kesenian macapat sudah berada diambang kepunahan.
Pelestarian kesenian macapat tidak lepas dari unsur-unsur yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang lain. Unsur-unsur yang paling berpengaruh dalam pelestarian kesenian macapat antara lain adalah Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Dinas Kebudayaan, Dinas Pendidikan, media massa dan masyarakat. Proses pelestarian kesenian macapat dilakukan dengan diadakannya perlombaan-perlombaan kesenian macapat. Pelestarian kesenian macapat juga dilakukan dengan kaderisasi, penggunaan macapat dalam kehidupan sehari-hari dan menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga yang berwenang.
Kaderisasi terhadap kesenian macapat dilakukan dengan mengajarkan kesenian macapat di tingkat pendidikan. Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat melakukan pelestarian kesenian macapat dengan mendirikan sanggar KHP Krida Mardawa sebagai tempat untuk pembelajaran macapat. Kraton mengadakan pementasan kesenian macapat pada setiap hari jum’at dan selalu memasukkan macapat ke dalam setiap agenda acara resmi keraton.
Penelitian-penelitian di atas memberikan penjelasan mengenai upaya-upaya yang dilakukan untuk menjaga kelestarian budaya agar dapat tetap bertahan dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Penelitian-penelitian diatas penulis gunakan sebagai bahan kajian pustaka karena penelitian-penelitian tersebut dapat menjadi bahan pendukung dalam penulisan skripsi ini. Kajian pustaka ini mengungkapkan permasalahan tentang upaya-upaya pelestarian yang dilakukan terhadap kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat. Kajian pustaka ini berguna bagi penulis karena mengandung hal-hal yang cukup penting mengenai upaya-upaya pelestarian kebudayaan yang dapat menjadi pengetahuan tambahan bagi penulis.
Penelitian-penelitian diatas memiliki kesamaan dengan penelitian yang dilakukan penulis dalam hal pengkajian mengenai upaya pelestarian kebudayaan. Penelitian Juliani yang mengkaji tentang Upaya Pelestarian Kesenian Barongan di Tengah Perkembangan Kesenian Modern di Kelurahan Kunden, Kecamatan Blora, Kabupaten Blora mengungkapkan bahwa kesenian Barongan merupakan kesenian budaya rakyat Blora dilestarikan  dengan meningkatkan kualitas dalam pertunjukkan kesenian Barongan. Beberapa unsur yang terdapat dalam pertunjukkan Kesenian Barongan juga disesuaikan dengan perkembangan jaman tanpa menghilangkan unsur-unsur tradisionalnya. Penelitian mengenai upaya-upaya pelestarian kesenian Barongan senada dengan penelitian penulis mengenai upaya-upaya yang dilakukan untuk menjaga kelestarian batik Batang. Perbedaan dari penelitian Juliani dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis terletak pada jenis objek kajian penelitian. Objek penelitian Juliani adalah kesenian Barongan yang pada umumnya merupakan warisan budaya berupa seni pertunjukkan, sedangkan objek penelitian penulis adalah batik Batang yang merupakan warisan budaya seni wastra dan tergolong sebagai warisan budaya tak benda.
Penelitian yang dilakukan oleh Setiana dalam Kajian Foklor tentang Pelestarian Tradisi Macapat di Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat menjelaskan bahwa kesenian macapat merupakan sebuah tradisi masyarakat yang sudah dikenal sejak jaman kerajaan-kerajaan di tanah Jawa. Kesenian macapat mulai meredup karena anak-anak muda lebih menyukai kesenian modern daripada kesenian tradisional. Penelitian Setiana hampir sama dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Penulis melakukan penelitian mengenai upaya pelestarian batik Batang yang diperkirakan sudah ada sejak masa Sultan Agung (1613-1645) atau bahkan sejak masa kerajaan Majapahit. Lokasi Kabupaten Batang yang berbatasan langsung dengan Kota Pekalongan yang sudah sejak lama dikenal sebagai kota batik menyebabkan batik Batang kurang begitu dikenal oleh masyarakat umum, bahkan oleh sebagian Batang sendiri.
Penelitian Setiana yang menggunakan kajian foklor berbeda dengan penelitian penulis yang menggunakan kajian fenomenologi. Penelittian foklor pada umumnya menggunakan data yang berupa cerita-cerita yang berkembang di masyarakat, sedangkan kajian fenomenologi menggunakan data yang berupa konstruksi pemikiran yang berdasarkan pemaknaan dan pengalaman sadar dari individu-individu yang menjadi sumber data penelitian. Perbedaan penelitian Setiana dengan penelitian penulis juga dapat dilihat proses kaderisasi kesenian macapat yang dilakukan dengan pendirian sanggar KHP Krida Mardawa oleh Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai tempat untuk pembelajaran macapat. Proses kaderisasi terhadap upaya pelestarian batik Batang pada umumnya lebih dilakukan dengan proses pengajaran membatik yang dilakukan oleh orang tua kepada anak dan keluarga luasnya, atau oleh seseorang terhadap tetangga dan juga masyarakat yang mempunyai kesediaan untuk belajar membatik.
Kajian Fenomenologi Mengenai Upaya Pelestarian Batik Batang Sebagai Warisan Budaya Masyarakat merupakan kajian yang dilatarbelakangi oleh permasalahan mengenai belum begitu dikenalnya batik Batang oleh masyarakat umum, bahkan oleh sebagian masyarakat Batang sendiri. Penulis dalam pelitian ini berusaha mengungkapkan upaya-upaya pelestarian batik Batang dengan menggunakan pendekatan fenomenologi. Teori fungsionalisme struktural dalam penelitian ini digunakan untuk melakukan analisis terhadap upaya-upaya pelestarian batik Batang, faktor-faktor pendukung dan penghambat upayapelestarian batik Batang, serta solusi-solusi yang dilakukan terhadap faktor-faktor penghambat upaya pelestarian batik Batang tersebut.
B.     Kerangka Teori
Penulis melakukan penelitian dengan menggunakan landasan teori fungsionalisme struktural dari Talcott Parsons. Fungsionalisme struktural dari Parsons memandang masyarakat sebagai suatu jaringan kelompok yang bekerjasama secara terorganisasir dalam suatu cara agak teratur menurut seperangkat peraturan dan nilai yang dianut. Parsons mengungkapkan bahwa masyarakat agar dapat tetap eksis dalam mempertahankan keberadaannya harus dapat melakukan fungsi-fungsi atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan sebagai sebuah sistem (Salim, 2007: 122). Fungsi bagian-bagian dalam masyarakat itulah yang harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan melalui aktifitas-aktifitas yang terspesialisasi.
Masyarakat sebagai suatu sistem terdiri atas bagian-bagian atau elemen yang berupa sistem sosial, sistem kepribadian dan sistem kebudayaan yang saling berkaitan dan saling menyatu secara stabil dengan kecenderungan mempertahankan sistem kerja yang selaras dan seimbang. Pola-pola yang berorientasi pada nilai amat penting dalam penataan sistem-sistem tindakan, sebab salah satu dari pola tersebut mendefinisikan pola-pola hak dan kewajiban timbal balik yang merupakan unsur pokok pembentuk ekspektasi peran dan sanksi (Sutrisno dan Putranto, 2005: 58). Teori fungsionalisme struktural dari Parsons penulis gunakan untuk mengkaji upaya-upaya yang dilakukan oleh masyarakat Batang yang memiliki peranan dalam menjaga kelestarian batik Batang. Batik Batang sebagai warisan dari nenek moyang masyarakat Batang merupakan suatu bentuk ekspresi seni budaya yang berkaitan dengan fungsi pemenuhan kebutuhan sandang yang memiliki makna dan nilai-nilai budaya. Masyarakat Batang yang berperan sebagai pelaku dalam upaya pelestarian batik Batang merupakan bagian dari jaringan kelompok yang bekerjasama dalam suatu cara yang teratur menurut seperangkat peraturan dan nilai yang dianut oleh masyarakat Batang.
Analisis fungsionalisme struktural Talcott Parsons dimulai dengan empat fugsi penting untuk semua sistem tindakan yang dikenal dengan sebutan sistem AGILyang terdiri dari (A) Adaptation atau adaptasi, (G) Goal attaiment atau pencapaian tujuan, (I) Integration atau integrasi, serta Latensi (L) Latent pattern maintenance atau pemeliharaan pola nilai budaya. Fungsi adaptation (A) atau adaptasi dalam sistem ini harus mengatasi kebutuhan situasional yang datang dari luar untuk beradaptasi dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan dengan kubutuhannya. Goal attaiment (G) atau pencapaian tujuan sistem sosial harus mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya. Integration (I) atau integrasi suatu sistem harus mengatur hubungan dengan bagian yang menjadi komponenya. Latent pattern maintenance (L) atau pemeliharaan pola sistem harus melengkapi, memelihara, dan memperbarui motivasi individu dan pola-pola budaya yang menciptakan dan mepertahankan motivasi tersebut (Ritzer dan Goodman, 2008: 257). Fungsi adaptasi dalam upaya pelestarian batik Batang berperan dengan adanya penyesuaian bentuk-bentuk upaya pelestarian batik Batang terhadap keadaan lingkungan serta kebutuhan situasional masyarakat Batang. Fungsi goal attaiment atau pencapaian tujuan dalam upaya pelestarian batik Batang diopersasionalkan dengan tindakan-tindakan yang dilakukan untuk menjaga keberadan batik Batik Batang dengan tujuan agar tetap mampu bertahan dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Fungsi Integration atau integrasi berada dalam pengaturan hubungan bagian-bagian yang menjadi komponen dalam upaya pelestarian batik Batang. Fungsi Latensi atau pemeliharaan pola dalam upaya pelestarian batik Batang berusaha untuk melengkapi, memelihara, dan memperbarui motivasi individu dan pola-pola budaya yang menciptakan dan mepertahankan motivasi tersebut.
Parsons dalam analisis sistem sosial tertarik pada komponen-komponen struktural. Parson memperhatikan masalah tentang status peran dan juga komponen sistem sosial skala besar seperti kolektivitas, norma, dan nilai. Parson dalam analisis sistem sosial tidak sekedar seorang strukturalis tetapi seorang fungsionalis yang menguraikan sejumlah persyaratan fungsional bagi sistem sosial. Pertama, sistem sosial harus terstruktur sedemikian rupa sehingga dapat beroperasi secara baik dengan sistem lain. Kedua, agar dapat bertahan hidup, sistem sosial harus dapat didukung sebelumnya oleh sistem lain. Ketiga, sistem harus secara signifikan memenuhi proporsi kebutuhan aktor-aktornya. Keempat, sistem harus menimbulkan partisipasi yang memadai dari anggotanya. Kelima, sistem paling tidak harus memiliki kontrol minimun terhadap perilaku yang berpotensi merusak. Keenam, jika konflik menjadi sesuatu yang menmbulkan kerusakan yang signifikan harus dikontrol. Ketujuh, untuk kelangsungan hidupnya, sistem sosial memeurlukan bahasa (Ritzer dan Goodman, 2008: 260).
Analisis sistem sosial dalam kaitannya dengan komponen-komponen struktural upaya pelestarian batik Batang memenuhi beberapa persyaratan fungsional. Pertama, upaya pelestarian Batik Batang yang dilakukan oleh para pelaku pendukung upaya pelestarian batik Batang dengan struktur yang sedemikian rupa sehingga dapat beroperasi secara baik dengan sistem lain. Kedua, upaya pelestarian batik Batang yang dilakukan oleh masyarakat Batang didukung oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Batang. Ketiga, upaya pelestarian batik Batang secara signifikan memenuhi proporsi kebutuhan dari para pelaku pendukung upaya pelestarian batik Batang. Keempat, sistem sosial dalam upaya pelestarian batik Batang menimbulkan partisipasi yang memadai pihak-pihak yang berperan dalam upaya pelestarian batik Batang. Kelima, upaya pelestarian batik batang memiliki kontrol minimun terhadap perilaku yang berpotensi merusak. Keenam, konflik terkait dengan upaya pelestarian batik Batang dikontrol agar tidak menimbulkan masalah yang signifikan. Ketujuh, untuk kelangsungan hidupnya, sistem sosial di dalam upaya pelestarian batik menjalin hubungan dan komunikasi antar-pihak yang berperan dalam upaya pelestarian batik Batang.
Teori Fungsionalisme Struktural yang digunakan dalam “Kajian mengenai Upaya Pelestarian Batik Batang sebagai Warisan Budaya” ini pada umumnya digunakan penulis untuk menganalisa serta menjawab permasalahan yang ada dalam upaya-upaya pelestarian Batik Batang sebagai warisan budaya masyarakat Batang.
C.    Kerangka Berpikir
Kerangka dalam penelitian berjudul Kajian Fenomenologi mengenai Upaya Pelestarian Batik Batang sebagai Warisan Budaya Masyarakat memaparkan dimensi-dimensi kajian utama dalam penelitian, faktor-faktor kunci dan hubungan-hubungan antar dimensi dalam upaya pelestarian batik Batang yang disusun dalam bentuk bagan sebagai berikut:
BATIK BATANG
PELESTARIAN BATIK BATANG

FAKTOR
PENDUKUNG

FAKTOR
PENGHAMBAT
SOLUSI
MASYARAKAT
BATANG
 










Gambar 1. Kerangka berfikir Kajian Fenomenologi mengenai Upaya Pelestarian Batik Batang sebagai Warisan Budaya Masyarakat
Kerangka berfikir diatas dapat dideskripsikan sebagai berikut:
Masyarakat Batang memiliki warisan kekayaan budaya berupa batik Batang yang menjadi potensi budaya dan memberikan ciri khas tersnediri bagi masayarakat Batang. Batik Batang belum begitu dikenal oleh masyarakat umum, bahkan oleh sebagian masyarakat Batang sendiri. Upaya-upaya yang dilakukan untuk menjaga kelestarian Batik Batang menjadi acuan untuk mengetahui mengapa Batik batang kurang begitu dikenal oleh masyarakat. Upaya-upaya pelestarian batik Batang mempunyai faktor-faktor pendukung dan penghambat. Solusi terhadap faktor-faktor penghambat upaya pelestarian batik Batang akan berpengaruh pula terhadap upaya pelestarian batik Batang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar