Daftar Blog Saya

Jumat, 17 Agustus 2012

BATIK BATANG


1.    Batik Batang sebagai Warisan Budaya Masyarakat Batang
Kabupaten Batang yang berada di bentangan pesisir utara pulau dahulunya  merupakan sebuah kota pelabuhan yang sudah dikenal sejak orang-orang Tionghoa banyak berguru agama Budha ke Sriwijaya. Prasasti Sojomerto yang ditemukan di daerah Kabupaten Batang merupakan bukti sejarah bahwa daerah Batang merupakan wilayah pemukiman tua karena prasasti tersebut menjelaskan tentang silsilah Syailendra yang menjadi cikal-bakal dari raja-raja di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Batik Batang sebagai warisan budaya yang dimiliki oleh masyarakat Batang merupakan potensi budaya daerah Batang yang berkembang karena pengaruh-pengaruh dari budaya pada masa keratonan yang masih dilestarikan sampai sekarang. Batik Batang diperkirakan sudah ada sejak masa Sultan Agung (1613 – 1645) atau bahkan sejak masa kerajaan Majapahit. Batik Batang sebagai kain batik yang dibuat dan dipakai di daerah kabupaten Batang memiliki ciri-ciri motif dan warna spesifik batik yang khas Batangan (William Kwan HL: 2010).
Batik Batang pada umumnya dapat dikenali dari corak warna sogan ireng-irengan atau coklat kehitam-hitaman yang khas dari daerah Batang. Bapak Kunarudi (60 tahun) mengungkapkan bahwa Batik Batang digolongkan sebagai batik Keratonan karena corak warna sogan dari batik Batang. Batik keratonan Batang berbeda dengan batik-batik keratonan dari daerah Solo dan Jogjakarta. Saudara Santoso (28 tahun) menuturkan bahwa Batik Batang mempunyai corak warna sogan yang lebih gelap dibandingkan dengan corak-corak sogan batik dari daerah lain.
“Sogane batik Batang kuwi sogan ireng-irengan, dadi coklate coklat tuo, bedo karo sogane Solo sing coklate coklat sing enom. Nek sogane batik Yogyo si podo bae coklat tuo, tapi coklate bedo karo coklate batik Batang, terus sakliyane coklate bedo, batik Yogyo kuwi warna latare putih, lha nek batik Batang warna sogan sing dadi latar”
Artinya :
“Sogan batik Batang itu sogan kehitam-hitaman, jadi warna coklatnya itu coklat tua, berbeda dengan sogan batik Solo yang warna coklatnya adalah coklat muda. Corak sogan pada batik Jogja warnanya juga coklat tua, tapi warna coklatnya berbeda dengan warna coklat pada batik Batang, kemudian selain warna coklatnya berbeda, batik Jogja warna latarnya adalah warna putih, sedangkan pada batik Batang warna soganlah yang dijadikan sebagai warna latarnya”
Warna sogan pada batik Batang biasanya digunakan sebagai warna dasaran kain batik Batang yang pada umumnya menampilkan motif berwarna putih dengan ciri khas remukan di dalam motif batik Batang tersebut. Remukan yang dimaksudkan pada batik Batang sesuai dengan penuturan Bapak Abdul Majid (62 tahun) yaitu gambaran serat-serat yang ada pada bagian dalam motif batik Ba.tang yang memberikan nilai-nilai seni tersendiri pada batik Batang. Batik Batang berbeda dengan batik-batik yang berasal dari daerah lainnya karena proses pengrajinan batik Batang pun berbeda dengan proses pengrajinan batik-batik dari daerah lainnya. Tahap peremukan lilin malam dalam proses pengrajinan batik Batang yang dilakukan untuk menghasilkan aksen remukan pada motif-motif batik Batang menurut ungkapan Bapak Ahmad Toha (39 tahun) tidak dilakukan pada proses pengrajinan batik di daerah lain, oleh karena ciri khas remukan yang ada pada motif-motif batik Batang tidak ditemukan pada batik-batik yang berasal dari daerah lainnya.
Gambar 3. Tahap ngremuk pada proses pembuatan batik Batang
(Sumber : Dokumentasi pribadi, 17 Juni 2012)
Proses pengrajinan batik tulis khas Batang pada umumnya adalah sebagai berikut :
a.       Nglengreng, menggambarkan motif langsung pada kain.
b.      Ngisen-isen, memberi variasi motif yang telah di lengreng.
c.       Nembok, menutup (ngeblok) bagian dasar kain yang tidak perlu diwarnai.
d.      Ngobat, Mewarnai batik yang sudah ditembok dengan cara dicelupkan pada larutan zat warna.
e.       Ngremuk, Meremukkan lilin malam agar mendapatkan gambaran remukan (serat-serat) pada motif.
f.       Nglorod, Menghilangkan lilin malam dengan cara direbus dalam air mendidih (finishing).
Proses pengrajinan batik Batang di atas sesuai dengan pernyataan dari Bapak Ahmad Toha (39 tahun) yang merupakan seorang pekerja pengrajin batik Batang di daerah Bogoran, Kelurahan Kauman, Kecamatan Batang Kabupaten Batang.
“Pertama-pertamane nggawe batik Batang kuwi nglengreng utowo mbatik’i motif ndisek, terus ngisen-isen nggo variasi motif’e, bar kuwi nembok’i sing orak apak diwarnai, terus ngobat nggo nge’i werno, terus ngremuk’i malam, terakhir nembe nglorod’i malam’e”
Artinya :
Tahap awal dalam proses pengrajinan batik Batang adalah nglengreng atau membatikkan motif terlebih dahulu, lalu ngisen-ngisen untuk memberikan variasi motif, kemudian mengeblok bagian yang tidak akan diwarnai, kemudian memberikan obat warna, setelah itu meremukkan malam, dan terakhir adalah nglorod atau menghilangkan lilin malam pada kain.”
Tahapan ngisen-isen pada proses pembuatan batik tulis khas Batang biasanya memberikan detail lentreng terusan dengan motif yang rapat, saling menyambung dan tembus bolak-balik pada dua sisi kainnya. Detail lentreng terusan yang ada pada batik Batang menurut penuturan Bapak Burhan (41 tahun) menjadi salah satu ciri khas tersendiri pada batik Batang karena hanya dilakukan pada kain-kain batik Batang.
Proses pembuatan batik tulis khas Batang mempunyai perbedaan dengan proses pembuatan batik cap khas Batang dalam tahap pembatikan motif pada kain yang akan dijadikan sebagai kain batik Batang. Bapak Abdul Majid (62 tahun) mengungkapkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk melakukan tahapan pembatikan dalam proses pembuatan batik cap khas Batang juga jauh lebih singkat dibandingkan dengan tahap pembatikan dalam proses pembuatan batik tulis khas Batang. Proses pembuatan batik cap khas Batang terbilang lebih sederhana karena tahapan nglengreng, tahapan ngisen-isen dan tahapan nembok yang dilakukan pada proses pembuatan batik tulis khas Batang digantikan sekaligus dengan satu tahapan mengecapkan stempel motif pada kain.
Gambar 3. Tahap pengecapan pada proses pembuatan batik Batang
(Sumber : Dokumentasi pribadi, 17 Juni 2012)
Perbedaan batik-batik yang berasal dari daerah Batang dengan batik-batik yang berasal dari daerah lainnya bukan hanya karena proses pembuatannya yang berbeda, melainkan juga karena Batik Batang memiliki ciri khas tersendiri yang merupakan suatu bentuk representasi dari nilai-nilai seni budaya serta kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat Batang. Masyarakat Batang sesuai dengan pembagian Bentang Kebudayaan masyarakat Jawa digolongkan sebagai masyarakat Jawa Pesisiran karena lokasi daerah Kabupaten Batang berada dalam lingkup wilayah pesisir utara pulau Jawa di bagian Barat Provinsi Jawa Tengah. Para penduduk pesisr utara dimana hubungan perdagangan, pekerjaan nelayan dan pengaruh Islam lebih kuat menghasilkan kebudayaan Jawa yang khas, yaitu kebudayaan pesisiran (Susesno, 2001: 11). Daerah Batang yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa dahulunya merupakan daerah kota pelabuhan yang menjadi tempat menepinya kapal-kapal niaga asing yang masuk ke pulau Jawa. Kapal-kapal niaga yang masuk ke pulau Jawa tidak hanya membawa barang dagangan, namun juga membawa pengaruh kebudayaan asing masuk ke daerah Batang. Bapak Eman Tri Warsono (54 tahun) menjelaskan bahwa pengaruh-pengaruh budaya asing yang berkembang di daerah Batang turut membawa perubahan yang menyebabkan motif-motif dan warna pada Batik Batang menjadi lebih beragam.
“Dari cerita-cerita yang saya dengar, Batik Batang itu awalnya hanya menggunakan warna sogan, akan tetapi akhirnya warnanya menjadi lebih beragam karena daerah Batang sebagai daerah pelabuhan yang banyak mendapatkan pengaruh dari budaya-budaya luar.”
Masyarakat Batang dalam perkembangannya sebagai masyrakat Jawa pesisiran banyak mendapat pengaruh dari kebudayaan agama Islam yang masuk ke daerah Batang. Masyarakat Batang sebagai masyarakat Jawa yang mayoritas juga beragama Islam cenderung mengakulturasikan budaya Jawa dengan ajaran-ajaran dari agama Islam. Batik Batang sebagai warisan budaya dari nenek moyang masyarakat Batang turut mendapatkan pengaruh dari ajaran-ajaran agama Islam melalui perwujudan motif-motifnya. Batik Batang yang mendapatkan pengaruh-pengaruh dari ajaran agama Islam menurut Bapak Eman Tri Warsono (54 tahun) biasanya disebut juga sebagai Batik Batang Rifa’iyahan. Nama Batik Rifa’iyah sendiri diambil dari nama komunitas masyarakat yang membuat batik tersebut, yakni komunitas masyarakat Islam Rifa’iyah. Komunitas masyarakat Islam Rifa’iyah merupakan sebuah komunitas yang melakukan gerakan pembelajaran agama Islam yang lahir di daerah Kalisalak, Kecamatan Batang, Kabupaten Batang. Masyarakat Islam Rifa’iyah di Kabupaten Batang pada umumnya juga mengenal dan melakukan kegiatan membatik sebagai sebuah tradisi budaya yang diwariskan turun-temurun oleh nenek moyang masyarakat Batang.
Batik Rifaiyah pada umumnya tetap menggunakan corak warna sogan ireng-irengan yang sudah menjadi ciri khas batik Batang sebagai batik yang bercorak keratonan, meskipun demikian motif-motif pada batik Rifa’iyah banyak dipengaruhi pula oleh gaya batik pesisiran yang beradaptasi dengan unsur-unsur kebudayaan asing seperti Cina, Belanda, dan juga Arab. Pengaruh ajaran-ajaran agama Islam terhadap motif-motif batik Rifaiyah terdapat dalam prinsip bahwa ragam hias yang boleh digunakan sebagai motif-motif pada batik Rifaiyah harus diyakini tidak menimbulkan syirik bagi pembuat maupun pemakainya. Bapak Eman Tri Warsono (54 tahun) menjelaskan bahwa motif-motif pada batik Rifa’iyah secara keseluruhan hampir tidak ada yang mengunakan gambar berwujud makhluk yang hidup seperti manusia ataupun binatang. Gambar-gambar bentuk binatang yang terkadang terdapat pada batik Rifa’iyah bentuknya pasti tidak sempurna atau hanya menyerupai saja karena penggambaran makhluk hidup dalam batik Rifa’iyah memang harus selalu disamarkan.
“Gambar-gambar motif batik Batang yang berupa binatang biasanya disamarkan dengan rupa-rupa bentuk tumbuhan agar gambarnya tidak benar-benar berwujud binatang yang bernyawa.Contohnya gambar burung yang ekornya dibuat seperti rangkaian dedaunan. Motif Pelo Ati yang khas Batang yang gambar sebernarnya adalah gambar bagian dalam organ tubuh hewan pun juga disamarkan agar menyerupai tumbuhan”.
Motif Pelo Ati yang diciptakan oleh masyarakat Islam Rifa’iyah di Kabupaten Batang menurut Bapak Eman Tri Warsono (54 tahun) merupakan salah satu bentuk wujud penyesuaian motif-motif batik Batang dengan ajaran-ajaran agama Islam yang menghindari penggunaan gambar-gambar berupa wujud dari makhluk hidup yang bernyawa. Rupa gambar motif Pelo Ati seperti bentuk rempela hati ayam yang disamarkan dengan ornamen-ornamen bunga dan juga dedaunan agar terlihat seperti gambar rangkaian tumbuh-tumbuhan. Motif Pelo Ati mengandung pesan makna bahwa manusia harus selalu bisa hidup seimbang dengan menggunakan hati nuraninya.
Gambar 4. Batik Batang Rifa’iyah motif Pelo Ati – Kembang Tanjung
(Sumber : William Kwan HL, 23 Februari 2010)
2.   Ragam Gaya Batik Khas Batang
Wilayah Kabupaten Batang secara keseluruhan merupakan kombinasi dari daerah pengunungan, perbukitan dan dan juga dataran rendah yang terbentang di pesisiran utara pulau Jawa. Keberagaman bentuk topografi daerah Batang memberikan potensi keberagaman budaya di wilayah Kabupaten Batang. Keberagaman budaya yang ada di daerah Batang dapat terlihat pula pada batik-batik Batang yang cenderung variatif. Presentasi Hasil Penelitian yang berjudul “Sebuah Upaya Awal Penggalian dan Pengembangan Budaya Batik di Kabupaten Batang” oleh William Kwan pada tahun 2010 menyebutkan bahwa batik Batang pada umumnya digolongkan ke dalam dua kategori gaya, yaitu gaya keratonan dan gaya pesisiran. Unsur-unsur yang ada pada batik Batang keratonan biasanya dipengaruhi oleh budaya Jawa dan Hindu-Budha, sedangkan batik Batang Pesisiran biasanya dipengaruhi oleh unsur-unsur budaya China, Belanda dan Rifaiyah.
a.      Batik Batang keratonan
Batik Batang keratonan dengan ragam gaya khas keratonan dikenal juga sebagai batik Batang Jawa, batik vorstenlanden atau batik Batang pedalaman. Batik Batang keratonan banyak mendapatkan pengaruh dari budaya Hindu-Buddha India. Bapak Eman Tri Warsono Batang Batik Batang keratonan pada umumnya kerap disebut juga dengan istilah Batik Batangan. Corak warna pada batik Batang keratonan banyak menggunakan corak warna sogan ireng-irengan atau coklat kehitam-hitaman.
Motif-motif pada batik Batang keratonan terdiri dari motif berbentuk geometris dan campuran motif geometris dengan motif bebas. Batik Batang yang mendapat pengaruh motif kraton Mataraman banyak menggunakan motif-motif udan liris, sido mukti, romo ukel, kawung, parang atau seno, dan lain sebagainya. Motif lokal batik Batang keratonan antara lain motif manggaran, kembang cepoko, gemek setekem, dan lain sebagainya. Batik-batik Batang keratonan juga mempunyai motif-motif yang merupakan campuran dari beberapa motif, contohnya adalah motif parang karna dan parang tempe.
Gambar 5. Batik Batang Keratonan Motif Parang Seno
(Sumber :Dokumentasi pribadi, 10Juli 2012)
b.      Batik Batang Pesisiran
Batik Batang pesisiran banyak dipengaruhi oleh budaya-budaya China, Belanda, dan Islam Timur Tengah. Warna-warna pada batik Batang pesisiran cenderung lebih beragam dibandingkan dengan corak warna batik Batang keratonan. Batik-batik Batang pesisiran tidak hanya menggunakan corak warna sogan, melainkan juga corak warna non soga yang seperti warna-warna merah, biru, ungu dan hijau. Batik Batang pesisiran berdasarkan ragam gaya motifnya dibedakan menjadi batik Batang pesisiran gaya Tionghoa/Cina, batik Batang pesisiran gaya Belanda, batik Batang pesisiran gaya Islam/Rifa’iyah dan batik Batang pesisiran gaya bebas. Batik Batang pesisiran gaya Tionghoa/Cina contohnya adalah motif tiga negeri, banji kotak, banji kitir dan nyah Pratin. Batik Batang pesisiran gaya Belanda misalnya adalah batik motif buketan dan cerita rakyat Eropa. Batik Batang pesisiran gaya Islam/ Rifa’iyah contohnya motif pelo ati ayam, elawati dan jeruk no’i.
Gambar 6. Batik Batang motif jeruk noi
(Sumber : William Kwan HL, 23 Februari 2010)

Jumat, 10 Agustus 2012

BAB III METODE PENELITIAN (my 2nd chapter : Teknik Pengumpulan-Analisis Data Penelitian)


E.     Teknik Pengumpulan Data
a.       Observasi
Metode observasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu observasi langsung, dimana penulis mengadakan pengamatan secara langsung terhadap upaya pelestarian batik Batang sebagai warisan kekayaan budaya masyarakat Batang beserta faktor-faktor yang berpengaruh terhadapnya dengan melihat instrumen sebagai pedoman pengamatan yang ditunjukkan kepada masyarakat Batang, terutama masyarakat Batang yang mempunyai peranan dalam upaya-upaya pelestarian batik Batang. Pelaksanaan observasi dalam penelitian ini sendiri dilaksanakan pada tanggal 28 Mei sampai dengan 7 Juli 2012.
Penulis dalam melakukan observasi mengandalkan pengamatan dan ingatan, akan tetapi penulis juga menggunakan sarana pendukung untuk mempermudah pengamatan dan ingatan. Sarana pendukung yang penulis gunakan antara lain buku saku untuk mencatat hal-hal penting dan kamera untuk merekam dan mengambil gambar terkait dengan upaya pelestarian batik Batang. Penulis juga menambah persepsi atau pengetahuan tentang upaya pelestarian batik Batang serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadapnya guna mendukung observasi yang dilakukan.
Fokus observasi yang dilakukan tidak terlepas dari beberapa pokok permasalahan yang dibahas oleh penulis. Bahasan yang menjadi fokus observasi penulis antara lain gambaran umum batik Batang, upaya pelestarian batik Batang sebagai warisan kekayaan budaya masyarakat Batang beserta faktor-faktor yang berpengaruh terhadapnya. Penulis melakukan observasi sebelum melaksanakan penelitian dengan melakukan observasi terkait dengan tindakan-tindakan yang berhubungan dengan upaya pelestarian batik Batang di Kecamatan Batang, Kabupaten Batang.
Observasi dilakukan dengan cara mengamati segala sesuatu yang berhubungan dengan batik Batang serta mengamati kegiatan-kegiatan yang dilakukan sebagai upaya pelestarian batik Batang. Observasi yang dilakukan sangat bermanfaat bagi penulis karena penulis dapat mengetahui peranan yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait dalam upaya pelestarian batik Batang. Data pengamatan yang diperoleh dari hasil observasi menjadi bekal yang lebih dari cukup yang untuk penelitian lebih lanjut secara lebih detail dan mendalam dengan menggunakan tahap selanjutnya yaitu wawancara.
b.      Wawancara
Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan wawancara terstruktur, wawancara tak berstruktur dan wawancara mendalam. Wawancara terstruktur dilakukan untuk memperoleh gambaran identitas dan latar belakang dari sumber data penelitian yang terlibat dalam upaya pelestarian batik Batang. Penulis menggunakan teknik wawancara secara mendalam (indepth interview) dalam pelaksanaan pengumpulan data di lapangan untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam. Alat bantu yang penulis gunakan dalam wawancara yaitu pedoman wawancara. Perangkat yang digunakan dalam pedoman wawancara sebagai alat pengumpul data berupa pertanyaan yang ditujukan kepada para pemilik tempat pembuatan batik Batang yaitu Bapak Kunarudi dan Bapak Abdul Majid, para pekerja di tempat pembuatan batik Batang yang antara lain adalah saudara Tegar Rahmawan, saudara Arifianto, saudara Ahmad Toha dan saudara Hadi Purwanto, pemasar batik Batang yaitu Bapak Burhan, saudara Agus Zaenudin, saudari Dessy Firdha dan saudari Anik serta Bapak Sunardi sebagai Kepala Bidang Seni dan Bahasa Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Batang, Bapak Eman dan Bapak Nazzarudin sebagai pegawai Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Batang, serta saudara Priyo Himawan dan saudari Astuti Nur Azizah sebagai warga masyarkat Batang.
Wawancara dengan pemilik tempat pembuatan batik Batang yaitu Bapak Kunarudi dilaksanakan pada tanggal 15 Juni 2012 pukul 13.30. Pemilihan waktu wawancara dengan Bapak Kunarudi disesuaikan dengan waktu luang Bapak Kunarudi agar tidak mengganggu kegiatan sehari-hari beliau dan wawancara bisa dilakukan dengan detail dan mendalam, sehingga data yang diperoleh dari hasil wawancara itu pun bisa lebih menggambarkan keaadaan nyata di lapangan. Pada tanggal 17 Juli 2012  pukul 09.00 dilakukan wawancara dengan Bapak Abdul Majid selaku pemilik tempat pembuatan batik Batang di lokasi yang berbeda dengan tempat pembuatan batik Batang yang dimiliki Bapak Kunarudi. Pemilihan waktu wawancara dengan Bapak Abdul Majid disesuaikan dengan waktu Bapak Abdul Majid sedang tidak sibuk agar penulis dapat melakukan wawancara dalam situasi yang bebas dari tanggungan beban.
Wawancara dengan saudara Tegar Rahmawan yang merupakan seorang pekerja di tempat pembuatana batik Batang dilakukan pada tanggal  18 Juni 2012 pukul 19.00, kemudian pukul 21.15 wawancara dilanjutkan dengan saudara Agus Zaenudin sebagai seorang pemasar batik Batang. Wawancara pada malam hari yang dilaksanakan pukul 19.00 dan pukul 21.15 mengambil pertimbangan karena pada malam tersebut saudara Tegar Rahmawan dan saudara Agus Zaenudin sedang mempunyai waktu luang yang dapat digunakan untuk wawancara. Wawancara dengan para pekerja-pekerja lain di tempat pembuatan batik Batang dilaksanakan pukul 15.00 pada tanggal 23 juni 2012, yaitu dengan saudara Arifianto dan saudara Ahmad Toha ketika keduanya sedang melaksanakan proses penyelesain dalam kegiatan pembuatan batik Batang. Penulis setelah itu melakukan wawancara dengan saudara Bramantya Panji pada tanggal 24 Juli 2012 pada jam 16.00 agar tidak mengganggu kegiatan saudara  Bramantya Panji tersebut.
Tanggal 25 Juni 2012 dilakukan wawancara dengan Bapak Sunardi pada pukul 14.00 di kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata pada saat pak Sunardi sedang tidak sibuk. Bapak Sunardi kemudian memberikan rekomendasi untuk melanjutkan penelitian ke Dinas Perindustrian dan Perdagangan agar penelitian yang dilakukan bisa mendapatkan data yang lebih lengkap karena Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Batang juga turut berperan dalam upaya pelestarian batik Batang. Penulis kemudian pada tanggal 26 Juni 2012 melakukan wawancara dengan Bapak Nazzarudin dan Bapak Eman Tri Warsono yang merupakan pegawai Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Batang. Wawancara dengan Bapak Nazzarudin dilakukan pukul 13.30, setelah itu wawancara dilanjutkan kepada Bapak Eman Tri Warsono pada pukul 14.30.
Wawancara dengan Bapak Burhan dan saudari Anik dilaksanakan pada tangal 1 Juli 2012. Pukul 13.00 dilakukan wawancara dengan saudara Anik dan pukul 16.00 wawancara dilanjutkan dengan Bapak Burhan. Wawancara dilakukan di pusat usaha batik milik bapak Burhan dan pemilihan waktu wawancara disesuaikan dengan keluangan waktu saudari anik dan Bapak Burhan.
Wawancara dengan saudara Priyo Himawan saudari Astuti Nur Azizah dilaksanakan pada tanggal 7 dan 8 Juli 2012. Wawancara dilaksanakan pada pukul 16.30 ketika saudara Priyo dan dan saudari Astuti agar tidak mengganggu kegiatan mereka sehari-hari. Penulis melakukan wawancara dengan saudara Susanto pada tanggal 11 Juli 2012 di stan batik Batang dalam acara Batang Expo ketika saudara Susanto setelah saudara Susanto menyanggupi untuk diwawancara pada saat itu. Tanggal 12 Juli 2012 dilakukan dwawancara dengan saudari Kharis Eka Pratiwi pada pukul 16.00 pada saat saudari Kharis Eka Pratiwi sedang tidak sibuk. Wawancara dengan suadara Dwi Janar dilaksanakan pada tangal 14 Juli 2012 pada saat saudara Dwi Janar selesai mengikuti acara Parade Seni Budaya Jawa Tengah.
c.       Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi dalam penelitian ini penulis gunakan untuk mendukung kelengkapan data kajian penelitian dengan mengambil atau mengutip dokumen yang berhubungan dengan upaya pelestarian batik Batang. Pengambilan dokumentasi dimulai sejak penulis melakukan observasi penelitian hingga pelaksanaan penelitian itu sendiri. Pengambilan dokumentasi dilakukan diantara tanggal 15 Juni sampai dengan tanggal 14 Juli 2012.
Dokumen foto yang penulis gunakan untuk mendukung penulisan ini yaitu foto pribadi yang penulis hasilkan sendiri pada saat proses observasi dan kegiatan penelitian atau pada saat wawancara berlangsung. Foto dokumentasi yang penulis hasilkan berupa foto batik Batang, kegiatan pembuatan kerajinan batik Batang, model-model pakaian dari kain batik Batang dan kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan upaya pelestarian batik Batang. Penulis juga menggunakan dokumen foto berupa gambar-gambar batik Batang yang penulis dapatkan dari Dinas Kebudayaan Penulis juga menggunakan dokumen foto berupa gambar-gambar batik Batang yang penulis dapatkan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Batang guna mendukung kelengkapan data penelitian penulis.
F.     Validitas Data
Pelaksanaan uji keabsahan dalam Kajian Fenomenologi mengenai Upaya Pelestarian Batik Batang sebagai Warisan budaya Masyarakat menggunakan metode triangulasi data, yakni membandingkan data hasil pengamatan penelitian dengan data hasil wawancara para pemilik tempat pembuatan batik Batang, pekerja pembuatan batik Batang, pemasar batik Batang, pemerintah Kabupaten Batang serta masyarakat Batang yang turut berperan dalam upaya pelestarian batik Batang. Teknik triangulasi dalam penelitian ini lebih ditekankan kepada teknik triangulasi sumber. Triangulasi sumber penulis gunakan untuk menguji validitas data dengan cara mengecek data yang diperoleh melalui beberapa sumber yang terkait dengan upaya pelestarian batik Batang. Triangulasi sumber penulis lakukan dengan cara membandingkan data hasil pengamatan penulis dengan data hasil wawancara dengan para pemilik tempat pembuatan batik Batang, para pengrajin batik Batang, pemasar batik Batang, pemerintah Kabupaten Batang serta masyarakat Batang yang turut berperan dalam upaya pelestarian batik Batang.
Hasil wawancara dengan Bapak Kunarudi sebagai pemilik tempat pembuatan batik Batang di Kelurahan Kauman pada tanggal 15 Juni 2012 pukul 13.30 tentang gambaran umum mengenai batik Batang, diperoleh data bahwa batik Batang merupakan batik keratonan, sedangkan ciri khas dari batik Batang adalah warna sogan ireng-irengan. Data tersebut penulis bandingkan dengan hasil observasi pada tanggal 28 Mei sampai tanggal 7 Juni 2012. Data yang diperoleh dari hasil observasi berbeda dengan hasil wawancara yang telah dilakukan. Data dari hasil observasi dapat disimpulkan bahwa batik Batang dapat digolongkan ke dalam dua jenis kategori, yakni batik keratonan dan batik pesisiran.
Penulis menguji keabsahan data hasil wawancara dengan Bapak Kunarudi dan data hasil observasi dengan melakukan wawancara terhadap Bapak Eman Tri Warsono pada tanggal 26 Juni 2012. Bapak Eman mengungkapkan bahwa batik Batang identik dengan warna sogan ireng-irengan karena awal mula batik Batang memang berasal dari dearah keratonan, akan tetapi batik Batang juga kental dengan unsur batik rifa’iyah yang identik dengan pengaruh pesisiran. Penulis kemudian melakukan perbandingan data hasil wawancara dengan data sekunder dari presentasi materi seminar yang berjudul “Sebuah Upaya Awal Penggalian dan Pengembangan Budaya Batik di Kabupaten Batang” oleh Kwan Hwie Liong (William Kwan HL). Data presentasi materi seminar tersebut menyatakan bahwa ragam gaya batik Batang dapat terbagi ke dalam dua kategori, yakni batik vorstenlanden (batik pedalaman atau batik keratonan) dan batik pesisiran. Batik pesisiran yang berkembang di daerah Batang antara lain batik pesisiran gaya Tionghoa (Cina), batik pesisiran gaya Belanda, batik pesisiran gaya Islam (Rifa’iah) dan batik pesisiran gaya bebas.
Kesimpulan yang penulis dapatkan dari hasil triangulasi sumber data yang dilakukan yaitu batik Batang secara umum digolongkan ke dalam dua jenis kategori, yakni Batik Batang Keratonan dan Batik Batang Pesisiran. Batik-batik Batang Jawa biasanya dipengaruhi oleh budaya-budaya Jawa dan Hindu-Budha, sedangkan Batik-batik Batang Pesisiran biasanya lebih dipengaruhi oleh unsur-unsur budaya China, Belanda dan Rifaiyah.
G.    Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari lapangan mengenai gambaran umum batik Batang, upaya pelestarian batik Batang sebagai warisan budaya masyarakat bersama dengan faktor-faktor pendukung dan penghambat, serta solusi yang dilkaukan terhadap faktor penghambat dalam upaya pelestarian batik Batang kemudian diolah sehingga diperoleh keterangan yang bermakna, kemudian selanjutnya dianalisis. Proses analisis komponen utama yang diperhatikan penulis dalam analisis data adalah:
1.      Pengumpulan data  penelitian dilakukan dengan mencatat semua data secara objektif dan apa adanya sesuai dengan hasil observasi dan wawancara di lapangan. Pengumpulan data penulis lakukan mulai dari tanggal 5 Juni 2012. Pengumpulan data diperoleh melalui observasi dan wawancara dengan para pemilik tempat pembuatan batik Batang, pekerja pembuatan batik Batang, pemasar batik Batang, pemerintah Kabupaten Batang serta masyarakat Batang yang turut berperan dalam upaya pelestarian batik Batang. Kelengkapan data penelitian juga penulis peroleh dari dokumen-dokumen, dan foto-foto penelitian yang penuli dapatkan di lapangan.
2.      Penulis melakukan reduksi data untuk menganalisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data tentang upaya pelestarian batik Batang sebagai warisan budaya masyarakat Batang sampai kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. Reduksi penulis lakukan setelah mendapatkan data hasil wawancara dan data berupa dokumentasi juga yang terkait dengan upaya pelestarian batik Batang sebagai warisan budaya masyarakat Batang. Data hasil wawancara penulis pilah-pilah dan penulis kelompokkan sebelum dianalisis. Penulis menyimpan data yang penting dan dapat mendukung penelitian Kajian Fenomenologi mengenai Upaya Pelestarian Batik Batang sebagai Warisan Budaya Masyarakat Batang, sedangkan untuk data yang kurang mendukung penulis sisihkan agar tidak menggangu proses pembuatan tulisan akhir.
3.      Penyajian data dilakukan setelah penulis melakukan reduksi data yang digunakan sebagai bahan laporan. Hasil reduksi data mengenai upaya pelestarian batik Batang yang telah penulis kelompokkan kemudian disajikan dan diolah serta dianalisis oleh dengan teori fungsionalisme struktural. Data yang terkait dengan upaya pelestarian batik Batang sebagai warisan budaya masyarakat yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara yang terpilih kemudian disajikan dalam bentuk deskriptif melalui proses analisis dengan menggunakan teori fungsionalisme struktural Talcott Parsons yang berisi tentang uraian masalah kajian.
4.      Verifikasi penulis lakukan setelah penyajian data selesai, dan ditarik kesimpulanya berdasarkan hasil penelitian lapangan yang telah dianalisis dengan teori. Verifikasi yang telah dilakukan dan hasilnya diketahui, memungkinkan kembali penulis menyajikan data yang lebih baik. Hasil dari verifikasi tersebut penulis gunakan sebagai data penyajian akhir, karena telah lelaui proses analisis untuk yang kedua kalinya, sehingga kekurangan data pada analisis tahap pertama dapat dilengkapi dengan hasil analisis tahap kedua agar diperoleh data penyajian akhir atau kesimpulan yang baik.
Bagan alur dalam analisis data dapat digambarkan sebagai berikut:


 






Gambar 2. Analisis Data Interaktif dalam Kajian Fenomenologi mengenai Upaya Pelestarian Batik Batang sebagai Warisan Budaya Masyarakat

Ketiga komponen tersebut di atas saling interaktif, artinya saling mempengaruhi dan terkait. Langkah pertama dilakukan penelitian di lapangan dengan mengadakan observasi, wawancara, mengumpulkan dokumen-dokumen yang relevan dan mengambil foto yang dapat merepresentasikan jawaban dari permasalahan yang diangkat. Tahap ini disebut dengan pengumpulan data. Pada tahap ini, data yang dikumpulkan sangat banyak, maka setelah itu dilakukan tahap reduksi data untuk memilah-milah data yang benar-benar dibutuhkan dalam penelitian ini. Data tersebut yang kemudian ditampilkan dalam pembahasan karena dianggap penting dan relevan dengan permasalahan penelitian. Setelah tahap reduksi selesai, kemudian dilakukan penyajian data secara rapi dan tersusun sistematis. Setelah ketiga hal tersebut sudah benar-benar terlaksana dengan baik, maka diambil suatu kesimpulan atau verifikasi.