Daftar Blog Saya

Jumat, 27 April 2012

TEORI SOSIOLOGI KLASIK


Perlu dipahami bahwa lahirnya teori sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial penciptanya pada saat itu, sehingga untuk menyebut suatu teori tertentu pasti tidak bisa lepas dari nama tokoh penciptanya.
Teori Sosiologi Klasik (Sosiologi Tahun-Tahun Awal) oleh munculnya aliran Sosiologi Perancis dengan tokoh-tokoh: Saint-Simon, Auguste Comte, dan Emile Durkheim. Sosiologi Jerman dengan tokoh-tokoh: Karl Marx, Max Weber, dan Georg Simmel. Sosiologi Inggris yang dipelopori oleh Herbert Spencer. Serta Sosiologi Italia dengan tokoh Vilfredo Pareto.

a. Auguste Comte: Sosiologi Positivis
Auguste Comte (1798-1857) sangat prihatin terhadap anarkisme yang merasuki masyarakat saat berlangsungnya Revolusi Perancis. Oleh karena itu Comte kemudian mengembangkan pandangan ilmiahnya yakni positivisme atau filsafat sosial untuk menandingi pemikiran yang dianggap filsafat negatif dan destruktif. Positivisme mengklaim telah membangun teori-teori ilmiah tentang masyarakat melalui pengamatan dan percobaan untuk kemudian mendemonstrasikan hukum-hukum perkembangan sosial. Aliran positivis percaya akan kesatuan metode ilmiah akan mampu mengukur secara objektif mengenai struktur sosial.
Sebagai usahanya, Comte mengembangkan fisika sosial atau juga disebutnya sebagai sosiologi. Comte berupaya agar sosiologi meniru model ilmu alam agar motivasi manusia benar-benar dapat dipelajari sebagaimana layaknya fisika atau kimia. Ilmu baru ini akhirnya menjadi ilmu dominan yang mempelajari statika sosial (struktur sosial) dan dinamika sosial (perubahan sosial).
Comte percaya bahwa pendekatan ilmiah untuk memahami masyarakat akan membawa pada kemajuan kehidupan sosial yang lebih baik. Ini didasari pada gagasannya tentang Teori Tiga Tahap Perkembangan Masyarakat, yaitu bahwa masyarakat berkembang secara evolusioner dari tahap teologis (percaya terhadap kekuatan dewa), melalui tahap metafisik (percaya pada kekuatan abstrak), hingga tahap positivistik (percaya terhadap ilmu sains). Pandangan evolusioner ini mengasumsikan bahwa masyarakat, seperti halnya organisme, berkembang dari sederhana menjadi rumit. Dengan demikian, melalui sosiologi diharapkan mampu mempercepat positivisme yang membawa ketertiban pada kehidupan sosial.
b. Emile Durkheim: Sosiologi Struktural
Untuk menjelaskan tentang masyarakat, Durkheim (1859-1917) berbicara mengenai kesadaran kolektif sebagai kekuatan moral yang mengikat individu pada suatu masyarakat. Melalui karyanya The Division of Labor in Society (1893). Durkheim mengambil pendekatan kolektivis (solidaritas) terhadap pemahaman yang membuat masyarakat bisa dikatakan primitif atau modern. Solidaritas itu berbentuk nilai-nilai, adat-istiadat, dan kepercayaan yang dianut bersama dalam ikatan kolektif. Masyarakat primitif/sederhana dipersatukan oleh ikatan moral yang kuat, memiliki hubungan yang jalin-menjalin sehingga dikatakan memiliki Solidaritas Mekanik. Sedangkan pada masyarakat yang kompleks/modern, kekuatan kesadaran kolektif itu telah menurun karena terikat oleh pembagian kerja yang ruwet dan saling menggantung atau disebut memiliki Solidaritas Organik .
Selanjutnya dalam karyanya yang lain The Role of Sociological Method (1895), Durkheim membuktikan cara kerja yang disebut Fakta Sosial, yaitu fakta-fakta dari luar individu yang mengontrol individu untuk berpikir dan bertindak dan memiliki daya paksa. Ini berarti struktur-struktur tertentu dalam masyarakat sangatlah kuat, sehingga dapat mengontrol tindakan individu dan dapat dipelajari secara objektif, seperti halnya ilmu alam. Fakta sosial terbagi menjadi dua bagian, material (birokrasi dan hukum) dan nonmaterial (kultur dan lembaga sosial).
Dua tahun kemudian melalui Suicide (1897), Durkheim berusaha membuktikan bahwa ada pengaruh antara sebab-sebab sosial (fakta sosial) dengan pola-pola bunuh diri. Dalam karya itu disimpulkan ada 4 macam tipe bunuh diri, yakni bunuh diri egoistik (masalah pribadi), altruistik (untuk kelompok), anomik (ketiadaan kelompok/norma), dan fatalistik (akibat tekanan kelompok). Berdasarkan hal itu Durkheim berpendapat bahwa faktor derajat keterikatan manusia pada kelompoknya (integrasi sosial) sebagai faktor kunci untuk melakukan bunuh diri.
Melalui karya-karyanya, Durkheim selalu berpijak pada fungsi kolektif sebagai bentuk aktivitas sosial, fakta sosial, dan kesatuan moral. Durkheim mewakili kutub struktural dari perdebatan “struktural” versus “tindakan sosial” atau perdebatan “konsensus” versus “konflik” yang berlangsung sepanjang sejarah sosiologi.
c. Karl Marx: Sosiologi Marxis
Karl Marx (1818-1883) melalui pendekatan materialisme historis percaya bahwa penggerak sejarah manusia adalah konflik kelas. Marx memandang bahwa kekayaan dan kekuasaan itu tidak terdistribusi secara merata dalam masyarakat. Oleh karena itu kaum penguasa yang memiliki alat produksi (kaum borjuis/kapitalis) senantiasa terlibat konflik dengan kaum buruh yang dieksploitasi (kaum proletar).
Menurut Marx, sejarah segala masyarakat yang ada hingga sekarang pada hakikatnya adalah sejarah konflik kelas. Di zaman kuno ada kaum bangsawan yang bebas dan budak yang terikat. Di zaman pertengahan ada tuan tanah sebagai pemilik dan hamba sahaya yang menggarap tanah bukan kepunyaannya. Bahkan di zaman modern ini juga ada majikan yang memiliki alat-alat produksi dan buruh yang hanya punya tenaga kerja untuk dijual kepada majikan. Di samping itu juga ada masyarakat kelas kaya (the haves) dan kelas masyarakat tak berpunya (the haves not). Semua kelas-kelas masyarakat ini dianggap Marx timbul sebagai hasil dari kehidupan ekonomi masyarakat
Proposisi utama Marx mengatakan bahwa kapitalisme adalah bentuk organisasi sosial yang didasarkan pada eksploitasi buruh oleh para pemilik modal. Kelas borjuis kapitalis mengambil keuntungan dari para pekerja dan kaum proletar. Mereka secara agresif mengembangkan dan membangun teknologi produksi. Dengan demikian kapitalisme menciptakan sebuah sistem yang mendunia.
Sosiologi Marxis tentang kapitalisme menyatakan bahwa produksi komoditas mau tak mau membawa sistem sosial yang secara keseluruhan merefleksikan pengejaran keuntungan ini. Nilai-nilai produksi merasuk ke semua bidang kehidupan. Segala sesuatunya, penginapan, penyedia informasi, rumah sakit, bahkan sekolah kini menjadi bisnis yang menguntungkan. Tingkat keuntungannya menentukan berapa banyak staf dan tingkat layanan yang diberikan. Inilah yang dimaksud Marx bahwa infrastruktur ekonomi menentukan suprastruktur (kebudayaan, politik, hukum, dan ideologi).
Pendekatan Sosiologi Marxis menyimpulkan mengenai ide pembaruan sosial yang telah terbukti sebagai ide yang hebat pada abad XX, sebagai berikut (Osborne, 1996: 50):
1) Semua masyarakat dibangun atas dasar konflik.
2) Penggerak dasar semua perubahan sosial adalah ekonomi.
3) Masyarakat harus dilihat sebagai totalitas yang di dalamnya ekonomi adalah faktor dominan.
4) Perubahan dan perkembangan sejarah tidaklah acak, tetapi dapat dilihat dari hubungan manusia dengan organisasi ekonomi.
5) Individu dibentuk oleh masyarakat, tetapi dapat mengubah masyarakat melalui tindakan rasional yang didasarkan atas premis-premis ilmiah (materialisme historis).
6) Bekerja dalam masyarakat kapitalis mengakibatkan keterasingan (alienasi).
7) Dengan berdiri di luar masyarakat, melalui kritik, manusia dapat memahami dan mengubah posisi sejarah mereka.
8)Melalui kritik ilmiah dan aksi revolusioner, masyarakat dapat dibangun kembali.
Sosiologi Marxis ini selanjutnya dikembangkan oleh tokoh-tokoh abad XX, seperti Gramsci, Adorno, Althusser, dan Habermas.
d. Herbert Spencer: Sosiologi Evolusioner
Herbert Spencer (1820-1903) menganjurkan Teori Evolusi untuk menjelaskan perkembangan sosial. Logika argumen ini adalah bahwa masyarakat berevolusi dari bentuk yang lebih rendah (barbar) ke bentuk yang lebih tinggi (beradab). Ia berpendapat bahwa institusi sosial sebagaimana tumbuhan dan binatang, mampu beradaptasi terhadap lingkungan sosialnya. Dengan berlalunya generasi, anggota masyarakat yang mampu dan cerdas dapat bertahan. Dengan kata lain “Yang layak akan bertahan hidup, sedangkan yang tak layak akhirnya punah”. Konsep ini diistilahkan survival of the fittest. Ungkapan ini sering dikaitkan dengan model evolusi dari rekan sejamannya yaitu Charles Darwin. Oleh karena itu teori tentang evolusi masyarakat ini juga sering dikenal dengan nama Darwinisme Sosial.
Melalui teori evolusi dan pandangan liberalnya itu, Spencer sangat poluler di kalangan para penguasa yang menentang reformasi. Spencer setuju terhadap doktrin laissez-faire dengan mengatakan bahwa negara tak harus mencampuri persoalan individual kecuali fungsi pasif melindungi rakyat. Ia ingin kehidupan sosial berkembang bebas tanpa kontrol eksternal. Spencer menganggap bahwa masyarakat itu alamiah, dan ketidakadilan serta kemiskinan itu juga alamiah, karena itu kesejahteraan sosial dianggap percuma. Meski pandangan itu banyak ditentang, namun Darwinisme Sosial sampai sekarang masih terus hidup dalam tulisan-tulisan populer.
e. Max Weber: Sosiologi Weber
Max Weber (1864-1920) tidak sependapat dengan Marx yang menyatakan bahwa ekonomi merupakan kekuatan pokok perubahan sosial. Melalui karyanya, Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme, Weber menyatakan bahwa kebangkitan pandangan religius tertentu– dalam hal ini Protestanisme– yang membawa masyarakat pada perkembangan kapitalisme. Kaum Protestan dengan tradisi Kalvinis menyimpulkan bahwa kesuksesan finansial merupakan tanda utama bahwa Tuhan berada di pihak mereka. Untuk mendapatkan tanda ini, mereka menjalani kehidupan yang hemat, menabung, dan menginvestasikan surplusnya agar mendapat modal lebih banyak lagi.
Pandangan lain yang disampaikan Weber adalah tentang bagaimana perilaku individu dapat mempengaruhi masyarakat secara luas. Inilah yang disebut sebagai memahami Tindakan Sosial. Menurut Weber, tindakan sosial dapat dipahami dengan memahami niat, ide, nilai, dan kepercayaan sebagai motivasi sosial. Pendekatan ini disebut verstehen (pemahaman).
Weber juga mengkaji tentang rasionalisasi. Menurut Weber, peradaban Barat adalah semangat Barat yang rasional dalam sikap hidup. Rasional menjelma menjadi operasional (berpikir sistemik langkah demi langkah). Rasionalisasi adalah proses yang menjadikan setiap bagian kecil masyarakat terorganisir, profesional, dan birokratif. Meski akhirnya Weber prihatin betapa intervensi negara terhadap kehidupan warga kian hari kian besar.
Dalam karyanya yang terkenal lainnya, Politik sebagai Panggilan, Weber mendefinisikan negara sebagai sebuah lembaga yang memiliki monopoli dalam penggunaan kekuatan fisik secara sah, sebuah definisi yang menjadi penting dalam studi tentang ilmu politik.
f. Georg Simmel: Filsafat Uang
Georg Simmel (1858-1919) sangat terkenal karena karyanya yang spesifik tentang tindakan dan interaksi individual, seperti bentuk-bentuk interaksi, tipe-tipe orang berinteraksi, kemiskinan, pelacuran, dan masalah-masalah berskala kecil lainnya. Karya-karya Simmel ini nantinya menjadi rujukan tokoh-tokoh sosiologi di Amerika.
Karya yang terkenal dari Simmel adalah tentang Filsafat Uang. Simmel sebagai sosiolog cenderung bersikap menentang terhadap modernisasi dan sering disebut bervisi pesimistik. Pandangannya sering disebut Pesimisme Budaya. Menurut Simmel, modernisasi telah menciptakan manusia tanpa kualitas karena manusia terjebak dalam rasionalitasnya sendiri. Sebagai contoh, begitu teknologi industri sudah mulai canggih, maka keterampilan dan kemampuan tenaga kerja secara individual makin kurang penting. Bisa jadi semakin modern teknologi, maka kemampuan tenaga individu makin merosot bahkan cenderung malas.
Di sisi lain, gejala monetisasi di berbagai faktor kehidupan telah membelenggu masyarakat terutama dalam hal pembekuan kreativitas orang, bahkan mampu mengubah kesadaran. Mengapa? Uang secara ideal memang alat pembayaraan, tetapi karena kekuatannya, uang menjadi sarana pembebasan manusia atas manusia. Artinya uang sudah tidak dipahami sebagai fungsi alat, tetapi sebagai tujuan. Kekuatan kuantitatifnya telah mampu mengukur berbagai jarak sosial yang membentang antar individu, seperti cinta, tanggung jawab, dan bahkan mampu membebaskan atas kewajiban dan hukuman sosial. Barang siapa memiliki uang dialah yang memiliki kekuatan.
g. Ferdinand Tonnies: Klasifikasi Sosial
Ferdinand Tonnies (1855-1936) mengkaji bentuk-bentuk dan pola-pola ikatan sosial dan organisasi sehingga menghasilkan klasifikasi sosial. Menurut Tonnies, masyarakat itu bersifat gemeinschaft (komunitas/paguyuban) atau gesselschaft (asosiasi/ patembayan).
Masyarakat gemeinschaft adalah masyarakat yang mempunyai hubungan sosial tertutup, pribadi, dan dihargai oleh para anggotanya, yang didasari atas hubungan kekeluargaan dan kepatuhan sosial. Komunitas seperti ini merupakan tipikal masyarakat pra-industri atau masyarakat pedesaan. Sedangkan pada masyarakat gesselschaft, hubungan kekeluargaan telah memudar, hubungan sosial cenderung impersonal dengan pembagian kerja yang rumit. Bentuk seperti ini terdapat pada masyarakat industri atau masyarakat perkotaan. Tema dasar Tonnies adalah hilangnya komunitas dan bangkitnya impersonalitas. Ini menjadi penting dalam kajian tentang masyarakat perkotaan.

sumber :
http://pensa-sb.info/teori-sosiologi/

Kamis, 12 April 2012

Alfred Schutz: Fenomenologi dan Metodologi Untuk Penelitian Perilaku Informasi

PENDAHULUAN: Fenomenologi

Fenomenologi, merupakan cabang dari filsafat, karena asal-usulnya dari karya Husserl dan kemudian penulis [misalnya, Heidegger, Sartre, Merleau-Ponty, yang mengambil ide menjadi eksistensialisme]. Tujuan dari fenomenologi, seperti yang dikemukakan oleh Husserl, adalah untuk mempelajari fenomena manusia tanpa mempertimbangkan pertanyaan-pertanyaan tentang penyebab mereka, realitas objektif mereka, atau bahkan penampilan mereka. Tujuannya adalah untuk mempelajari bagaimana fenomena manusia yang berpengalaman dalam kesadaran, dalam tindakan kognitif dan persepsi, serta bagaimana mereka dapat dinilai atau dihargai estetis. Fenomenologi berusaha untuk memahami bagaimana orang membangun makna dan konsep kunci intersubjektivitas. Pengalaman kami di dunia, setelah yang pikiran kita tentang dunia didasarkan, adalah intersubjektif karena kita mengalami dunia dengan dan melalui orang lain. Apapun artinya kita menciptakan berakar pada tindakan manusia, dan totalitas artefak sosial dan benda-benda budaya didasarkan pada aktivitas manusia.

Tidak mengherankan, fenomenologi itu menarik untuk peneliti psikologis pada awal abad ke-20 dan psikologi fenomenologis (alternatif disebut psikologi eksistensial atau psikologi fenomenologi eksistensial) ada sebagai sub-disiplin berkembang psikologi (Frankl, Mei, Perl), dimana penekanan adalah pada pemahaman pengalaman seseorang dari sebuah situasi yang bermasalah. 'Orang-orang tersebut menceritakan kisah mereka sendiri, dalam hal mereka sendiri. Jadi "kesetiaan terhadap fenomena seperti yang hidup" berarti menangkap dan memahami dalam konteks hidup dari orang yang hidup melalui situasi.

Alfred Schutz dan sosiologi fenomenologi

Alfred Schutz lahir di Wina tahun 1899 dan meninggal di New York pada 1959, dan luar biasa dalam kenyataan bahwa ia mengejar karir di bidang perbankan [3] pada saat yang sama seperti mengejar kepentingan di filsafat fenomenologis dan penciptaan secara fenomenologis untuk ilmu sosial - dijalankan melalui bekerja paruh waktu di Sekolah Baru untuk Penelitian Sosial di New York. Hal ini, mungkin, ini kontak langsung dengan dunia kerja di luar akademi dan dengan kekhawatiran sehari-hari mencari nafkah, bersama dengan kemampuan mengamati kehidupan biasa orang-orang dengan siapa ia datang ke dalam kontak, yang membuat beberapa esainya sehingga mudah dibaca dan ide-ide yang dapat dijangkau.

Meskipun Schutz tidak pernah seorang mahasiswa Husserl (ia belajar hukum di Universitas Wina, kembali dari dinas militer di Italia selama Perang Dunia Pertama), ia, bersama dengan seorang rekan, Felix Kaufman, mempelajari karya Husserl intensif dalam mencari dasar untuk 'sosiologi pemahaman' yang berasal dari karya Max Weber [4]. Ini kerja dan kelanjutan yang dihasilkan dalam buku pertamanya, sinnhafte Der Aufbau der Welt sozialen [5] (harfiah, 'Pembangunan yang berarti dari dunia sosial', namun diterbitkan dalam bahasa Inggris sebagai 'fenomenologi dunia sosial' [6]) . Karya ini membawanya ke perhatian Husserl, dengan siapa ia berkirim surat dan siapa dia berkunjung sampai kematian Husserl pada tahun 1938. Bahkan, ia ditawari posisi asisten Husserl di Freiburg University di awal 1930-an, tapi ditolak.

Schutz'S Metodologi

Posisi metodologis Schutz adalah diatur dalam tiga esai dalam Volume 1 dari Dikumpulkan karya-karyanya. Titik awal adalah bahwa penelitian sosial berbeda dari penelitian dalam ilmu fisika berdasarkan fakta bahwa, dalam ilmu-ilmu sosial, seseorang berhadapan dengan 'obyek penelitian' yang menafsirkan sendiri dunia sosial yang kita, sebagai ilmuwan, juga ingin menafsirkan. Orang-orang terlibat dalam suatu proses terus-menerus untuk memahami dunia, dalam interaksi dengan sesama mereka dan kami, sebagai ilmuwan, yang berusaha memahami mereka rasa keputusan. Dalam melakukannya, kita pasti harus menggunakan metode yang sama penafsiran seperti halnya orang dalam 'akal sehat dunia nya. Apa yang membedakan perusahaan ilmiah sosial, bagaimanapun, adalah bahwa ilmuwan sosial mengasumsikan posisi pengamat tertarik. Dia tidak terlibat dalam kehidupan yang diamati - kegiatan mereka bukan kepentingan praktis, tetapi hanya kepentingan kognitif.

Dengan kata Schutz, orang biasa, yang bertindak di dunia, adalah dalam situasi yang ditentukan, melakukan apa yang dia lakukan sesuai dengan sistem relevansi yang memungkinkan mereka untuk memilih dari lingkungan dan dari interaksi dengan orang lain, elemen-elemen yang membuat akal bagi tujuan di tangan. Ilmuwan sosial, di sisi lain, ini beroperasi di dasar ilmiah yang ditentukan dari relevances, memilih aspek-aspek situasi yang sesuai untuk tujuan penelitian. Akibatnya, para ilmuwan sosial dapat fokus pada aspek perilaku yang diambil-untuk-yang diberikan oleh orang biasa, namun yang topik yang menarik kognitif untuk ilmuwan sosial.

Dalam berperilaku dengan cara ini, peneliti mengembangkan model tindakan manusia, umumnya dalil-dalil yang,
1. Dalil konsistensi logis, dimana validitas tujuan ilmuwan konstruksi dijamin dan dibedakan dari konstruksi kehidupan sehari-hari;
2. Dalil interpretasi subjektif, dimana ilmuwan dapat merujuk '... segala macam tindakan manusia atau hasil mereka dengan arti subjektif tindakan tersebut atau hasil dari suatu tindakan telah bagi aktor ".
4. Dalil kecukupan: yaitu, konstruksi yang diciptakan oleh peneliti harus dimengerti oleh aktor sosial individu dan / nya sesamanya. Kepatuhan dengan postulat ini memastikan bahwa konstruksi ilmiah konsisten dengan konstruksi pengalaman yang masuk akal dari dunia sosial.

Model tindakan manusia diciptakan melalui proses pencirian, konsep yang ditemukan di kedua Weber dan Husserl, dan diterima oleh Schutz dari keduanya. Dia pertama kali bertemu ide dalam konsep Weber tentang 'tipe ideal', dan kemudian di wawasan Husserl yang typification merupakan proses kunci dalam pembuatan pengertian kita tentang dunia.Pembedaan akal sehat kami digunakan terus menerus dan mungkin dalam pembangunan berkelanjutan, sedangkan pembedaan ilmiah - tipe sosial (yaitu, jenis aktor, jenis tindakan, jenis kepribadian sosial) dalam hal Schutz, melayani tujuan yang sama, tetapi dalam struktur relevansi dan tujuan penelitian ilmuwan sosial. Mereka menyediakan cara untuk mengidentifikasi, mengklasifikasi dan membandingkan mode aksi sosial dan interaksi, dengan menggunakan kriteria yang ditetapkan untuk tugas fenomena untuk mengetik.

Contoh :Warga yang Memiliki Informasi yang baik

Salah satu esai Shutz's mencontohkan gagasan tentang jenis, dan menyajikan kita dengan kesempatan untuk mempertimbangkan nilai dari ide untuk ilmu informasi. 'The Citizen Yah-informasi', sebenarnya merupakan sumbangan kepada sosiologi pengetahuan, sebagai sub-berjudul menunjukkan - 'esai pada distribusi sosial pengetahuan'. Namun, Schutz mengambil masalah dengan sosiologi Marxis pengetahuan seperti yang diungkapkan oleh Mannheim, yang merupakan pengetahuan sebagai produk dari kondisi sosial material. Schutz, di sisi lain, menunjukkan pengetahuan yang berasal dari pengalaman praktis masyarakat dunia.

Dia melakukan ini dengan membangun tipe ideal 'pria di jalan', 'warga negara yang bertujuan untuk menjadi baik informasi', dan 'ahli'. Pengetahuan sosial didistribusikan menurut jenis dan dengan apa yang diambil untuk diberikan oleh masing-masing, dan menurut apa sistem relevansi. Jadi, 'orang di jalan' yang beroperasi sesuai dengan (atau dia) mengatur tentang relevansi naif, yang 'resep pengetahuan' adalah cukup. Saya, sebagai tukang roti, hanya perlu resep untuk pembuatan roti untuk mencapai sebuah roti bisa dimakan roti - Saya tidak perlu mengetahui kimia ragi atau aspek ilmiah lainnya pembuatan roti. Aspek-aspek yang tidak relevan dengan tujuan langsung saya. Dalam esai lain, Schutz 'Orang asing' mencatat bahwa:

'... Pengetahuan dari orang yang bertindak dan berpikir dalam dunia kehidupan sehari-hari tidak homogen, melainkan (1) tidak koheren, (2) hanya sebagian yang jelas, dan (3) tidak sama sekali bebas dari kontradiksi."

Kita mungkin menyimpulkan bahwa ini juga berlaku untuk dua jenis lainnya yang ideal.

Aku, waktu pemilihan semakin dekat, akan berusaha untuk membuat diriku baik secara informasi mengenai pilihan sebelum saya yang relevan kepada saya baik sebagai warga negara, dengan tanggung jawab sipil, dan sebagai pribadi swasta, dengan kebutuhan bahwa partai politik dapat meminta ke alamat berbeda. Fakta bahwa saya mengambil keputusan ini pada saat ini menunjukkan bahwa 'zona relevansi' untuk saya mencari informasi kegiatan 'warga baik informasi' seperti tidak konstan, tapi akan bervariasi sesuai dengan minat saya.

Saya, sebagai seorang ahli (untuk beberapa derajat setidaknya) di daerah ini sub-kecil dari ilmu informasi (atau sosiologi, jika kita ingin mendefinisikan seperti itu) mencari pengetahuan fundamental yang akan mengarah pada pemahaman tentang perilaku. Schutz menambahkan bahwa sistem relevances sesuai dengan yang saya bekerja sebagai 'ahli' dikenakan oleh masalah pra-mapan lapangan, dan keberadaan dari rangkaian konferensi kolaboratif mencontohkan keinginan kita untuk membangun masalah relevansi dan kewajaran metode.

Jelas, kebanyakan orang, dan mungkin semua orang, contoh jenis-jenis yang berbeda pada waktu yang berbeda dan dalam situasi yang berbeda.

Schutz juga meneliti bagaimana pengetahuan sosial yang diturunkan berasal dan, sekali lagi, menggunakan tipe ideal untuk menjelajahi fenomena ini. Selain dari diri kita sendiri, sebagai (untuk pikiran kita) tokoh sentral dalam interaksi sosial, ia menyarankan bahwa sumber pengetahuan sosial-yang diperoleh dapat dilihat sebagai empat tipe ideal:

1. saksi mata, yaitu, seseorang yang melaporkan kepada saya sesuatu yang ia telah mengamati di dunia dalam orang itu mencapai;
2. orang dalam: seseorang yang, karena hubungannya dengan kelompok yang lebih langsung dari saya sendiri, mampu melaporkan suatu peristiwa, atau pendapat orang lain, dengan otoritas berbagi sistem yang sama kepentingannya sebagai anggota lain dari kelompok. Saya menerima informasi orang dalam sebagai 'benar' atau sah, setidaknya sebagian, karena pengetahuan dalam tentang konteks situasi yang lebih dalam dari saya sendiri;
3. analis: seseorang yang berbagi sistem saya relevances, yang telah mengumpulkan informasi dan terorganisir bahwa informasi sesuai dengan sistem relevansi, dan
4. komentator: seseorang yang tidak berbagi sistem saya relevances, tetapi yang telah mengumpulkan informasi dalam cara yang sama seperti analis dan telah disajikan bahwa informasi sedemikian rupa sehingga saya dapat membentuk 'pengetahuan yang cukup jelas dan tepat dari sistem yang menyimpang yang mendasari dari relevansi.

Sekali lagi, masing-masing dari kita mungkin, pada waktu yang berbeda dan dalam situasi yang berbeda, mengambil peran yang sesuai dengan jenis ideal.

Esai pada 'warga baik secara informasi' menunjukkan, saya pikir, kekuatan tipe ideal dan, dalam hal ini, poin langsung ke nilai yang dapat diperoleh ketika berpikir tentang penelitian perilaku informasi. Schutz menunjukkan bahwa tipe ideal berasal untuk tujuan penelitian di tangan dan bahwa jenis mungkin tidak sesuai untuk tujuan penelitian yang berbeda. Namun, jenis, berasal karena mereka adalah untuk tujuan memberi penjelasan distribusi sosial pengetahuan, tampaknya saya untuk menjadi alat yang sangat ampuh untuk menjelajahi informasi perilaku mencari. Sejumlah pertanyaan penelitian tampaknya mengikuti Schutz alami dari apa yang dikatakan, misalnya:
* Bagaimana 'pria di jalan' menemukan pengetahuan resep nya? Apa saluran komunikasi yang dia gunakan?
* Hari ini, bagaimana keberadaan sumber informasi di Internet mempengaruhi cara orang di jalan berpikir untuk menemukan pengetahuan resep?
* Apa yang khas tidak menggunakan orang di jalan menemukan pengetahuan resep?
* Apa saja batas-batas, dalam hal perilaku mencari informasi, antara perwakilan dari tiga tipe yang ideal?
* Bagaimana 'pria di jalan' menanggapi informasi yang diberikan oleh saksi mata, orang dalam, analis dan komentator itu? Informasi apa yang dianggap sebagai yang paling 'relevan' atau dapat diandalkan, dan mengapa?
* Dengan asumsi bahwa catatan ilmiah terdiri dari informasi yang diberikan oleh 'analis', dalam keadaan apa mungkin sarjana mencari informasi dari 'saksi mata', 'orang dalam', atau 'komentator'?

Jelas, pertanyaan lebih mirip dan banyak yang bisa diminta dalam kaitannya dengan jenis ideal, tetapi kita harus mengakui bahwa untuk menggunakan tipe ideal dengan cara ini tidak benar-benar penelitian fenomenologis: di sini kita menggunakan konsep-konsep yang berasal dari analisis fenomenologis untuk berkembang pertanyaan penelitian panduan mode lainnya penelitian.

Penelitian sebelumnya di bidang ini telah memimpin, tentu saja, untuk jenis lain dari tipe ideal, meskipun mereka tidak selalu digambarkan sebagai tersebut dan kekayaan konotasi sosiologis (dalam hal, misalnya, dari sistem relevances) biasanya diabaikan. Sebagai contoh, Palmer mengidentifikasi tipe ideal ilmuwan ahli sebagai pencari informasi (istilah menggunakan seperti kolektor Hunters dan Yakin dalam studinya perilaku di Rothamsted Experimental Research Station. Ini adalah tipe ideal eksplisit, tetapi pencari dibangun digambarkan oleh Ellis karakteristik pencarian, atau dengan Kuhlthau's bertahap, atau dengan proses Wilson pemecahan masalah, juga merupakan tipe ideal (Schutz mengacu pada jenis konstruksi 'boneka' sebagai diciptakan oleh ilmuwan sosial. Fakta ini juga umumnya diabaikan Namun,. ketika kita mendalilkan suatu tipe ideal berdasarkan karakteristik Ellis, misalnya, memberikan kita kesempatan untuk mengajukan pertanyaan penelitian lebih lanjut. Kita dapat bertanya tentang keadaan dimana karakteristik ini hadir. , dan ketika tidak, dan, karena mereka berasal dari perilaku 'ahli', kita juga bisa menikah tipe ideal dan bertanya apakah dan bagaimana karakteristik berbeda untuk 'pria di jalan' dan 'warga baik informasi' itu.

Dengan konsep Schutz setiap tipe ideal dikaitkan dengan 'sistem relevansi' berbeda, kita juga bisa mengajukan pertanyaan tentang sifat sistem-sistem di masing-masing tipe ideal, atau memang, tentang tipe ideal kita dapat membangun diri kita sendiri, jika konsep 'sistem relevances adalah yang relevan dengan penelitian kami.

DARI METODOLOGI KE METODE
Ada kebingungan derajat hubungan antara metodologi konsep dan metode, kita menemukan, sering, misalnya, bahwa orang menulis 'metodologi' tentang kapan semua yang mereka lakukan adalah menjelaskan pilihan metode untuk studi, atau hanya menjelaskan Metode yang dipilih. Metodologi, bagaimanapun, adalah sebelum metode dan lebih mendasar, ia menyediakan dasar filosofis untuk metode. Untuk menyatakan posisi metodologis seseorang adalah untuk menggambarkan pandangan seseorang tentang sifat realitas: untuk positivis, posisi metodologis adalah bahwa fakta-fakta dunia mewakili benda-benda nyata, sedangkan untuk fenomenolog, dunia (atau setidaknya dunia / dia memilih untuk mengeksplorasi) adalah salah satu arti intersubjectively dibangun. Dalam fenomenologi, dengan penekanan pada pemahaman pengalaman seseorang tentang dunia dan / nya situasinya, metode penelitian adalah metode filsafat. Metode tersebut meliputi, misalnya, analisis konseptual, analisis linguistik, metode hermeneutis dan praksis; metode historis-kritis; filosofi sastra, dan logika formal. Metode ini juga mendasari beberapa aspek pendekatan kualitatif dalam ilmu informasi - analisis konseptual adalah di dasar semua 'coding kegiatan di semua metode untuk menganalisis data kualitatif, dan Kornelius telah menyarankan pendekatan hermeneutik ke seluruh ilmu informasi.

Dalam psikologi fenomenologis kita menemukan jenis-jenis metode penelitian yang sama seperti dalam fenomenologi sebagai suatu disiplin filsafat. Penekanannya adalah pada pemahaman pengalaman seseorang tentang dunia dan situasi mereka dan, karena itu, rekening narasi, dan wawancara kualitatif secara teratur digunakan metode penelitian. Modus analisis akan bervariasi, tentu saja, menurut perspektif teoritis peneliti, atau, mungkin lebih sesuai dengan kerangka fenomenologis, menurut perspektif teoretis yang timbul dari data. Dalam penelitian psikologis, misalnya, orang dapat menemukan, melalui wawancara ekstensif dengan orang yang menderita masalah didiagnosis sama, bahwa beberapa mengalami masalah sebagai sesuatu dengan yang mereka harus berhadapan dalam rangka menanggulangi dengan seluruh pengalaman mereka, sedangkan orang lain menemukan bahwa struktur hidup mereka ditentukan oleh masalah - kehidupan yang dialami melalui masalah. 'Kehidupan normal' Dengan kata lain, konsep struktur, coping,, 'masalah hidup' dan, mungkin muncul dari analisis.

Hal ini menunjukkan bahwa metode adalah manusia yang mampu digunakan di bawah pengandaian metodologis yang berbeda, dan ini akan benar. Kuesioner dapat digunakan untuk memperoleh hal yang berbeda dan kita dapat menggunakan data yang diperoleh untuk memenuhi tujuan penelitian kita apakah kita mengadopsi positivis atau sikap fenomenologis. Di tempat lain, aku telah menetapkan sebuah tipologi dari metode penelitian [19] yang menolak pembagian biasa menjadi metode kualitatif dan kuantitatif, karena saya menganggap divisi ini sebagai membingungkan. Sebagai contoh, wawancara 'kualitatif dapat dianalisa untuk mengidentifikasi konsep-konsep yang mendasari dan terjadinya konsep-konsep ini dalam suksesi wawancara bisa dihitung dan terkait dengan, misalnya, karakteristik demografi responden, menggunakan SPSS untuk analisis. Atlas.ti, paket analisis kualitatif sebenarnya menyediakan cara untuk mengkonversi analisis seseorang untuk input SPSS. Apakah wawancara kualitatif kemudian kualitatif atau metode kuantitatif?

Tipologi alternatif saya menunjukkan bahwa observasi adalah metode pengumpulan data dasar, dan bahwa hal ini dapat dibagi menjadi pengamatan langsung oleh peneliti dan 'tidak langsung' observasi, dimana peneliti mengumpulkan pengamatan diri dari responden. Salah satu dari mode ini mungkin memiliki struktur yang dikenakan pada pengumpulan data oleh peneliti, atau s / dia mungkin mengizinkan struktur untuk 'muncul' dalam proses analisis. Ini hasil klasifikasi dalam representasi metode yang ditunjukkan pada Gambar 1.
metode?



Setelah menyarankan bahwa metode penelitian dapat diklasifikasikan dengan cara ini, masih ada pertanyaan, "Apa metode yang tepat untuk penelitian fenomenologis.", Dan di sini kita harus kembali ke isu metodologi mendasar. Fenomenologi menuntut bahwa kita berusaha untuk menemukan dunia seperti yang dialami oleh mereka yang terlibat di dalamnya. Ini adalah tentang sifat pengalaman manusia dan makna bahwa orang melampirkan pengalaman mereka. Dalam mencoba untuk sampai pada pemahaman semacam ini, peneliti diminta 'braket', atau menangguhkan kepercayaan fenomena dunia luar, untuk menempatkan mereka ke samping dan fokus pada kesadaran dari dunia itu.

Peserta dalam perilaku bunga mengalami. Jelas, kemudian, hal ini menunjukkan bahwa mode penelitian saya telah diberi label sebagai melibatkan 'struktur muncul' yang paling mungkin untuk digunakan dalam penyelidikan fenomenologis. Secara khusus, observasi dan wawancara kualitatif banyak digunakan, seperti analisis dokumenter, meskipun belakangan ini sering berjalan di bawah judul hermeneutika, yang berkaitan erat dengan fenomenologi. Dengan kata lain, 'metode kualitatif' label, yang tipologi saya dimaksudkan untuk menghindari, dapat diterapkan. Bahkan sebuah buku terkenal, Pendahuluan Bogdan dan Taylor untuk metode penelitian kualitatif memiliki subjudul, pendekatan fenomenologis terhadap ilmu-ilmu sosial.

KESIMPULAN

Fenomenologi mungkin adalah gerakan filosofis paling penting dari abad kedua puluh, sejauh ilmu-ilmu sosial yang bersangkutan. gagasan Husserl, diubah dan dikembangkan, telah memberitahu penelitian di bidang sosiologi, psikologi, psikologi sosial, pendidikan, ilmu kesehatan, dan bidang lainnya. ide fenomenologis mendasari hampir semua sekolah-sekolah pemikiran yang terus bahwa perlu untuk memahami arti disebabkan oleh orang untuk kegiatan di mana mereka terlibat, dalam rangka memahami ilmu behaviour.social mereka.

Dari sudut pandang ini, langkah ke arah penerapan metode kualitatif dalam penelitian sosial yang dipicu oleh kenaikan sosiologi fenomenologis, terutama melalui konstruksionisme sosial Berger dan Luckman - mahasiswa Schutz. Pendekatan-pendekatan lain dalam ilmu sosial, seperti interaksionisme sosial Blumer's - sumber Dervin ide-ide tentang 'rasa membuat', memiliki hubungan dan banyak kesamaan dengan fenomenologi. Misalnya, George Herbert Mead, Blumer guru's, belajar di Freiberg, dan harus sudah bersentuhan dengan ide-ide yang mengarah Husserl untuk mengembangkan fenomenologi sebagai disiplin filosofis dalam lembaga yang sama. Kita melihat sambungan, juga, dalam penggunaan Kuhlthau tentang 'teori pribadi membangun' di Kelly - Boeree menunjukkan bahwa metode ini merupakan bagian dari gudang senjata dari penyidik fenomenologis.

Tujuan dari makalah ini telah dua: untuk membawa fenomenologi ke dalam perdebatan umum tentang teori perilaku informasi, dan untuk menekankan perbedaan antara metodologi dan metode. Selama beberapa tahun terakhir lebih banyak perhatian telah dikhususkan untuk penelitian metode daripada prinsip-prinsip yang mendasari kerangka metodologi penelitian yang berbeda. Saya percaya bahwa upaya Schutz untuk membuat sosiologi fenomenologis memberikan kita kerangka kerja yang bermanfaat untuk memandu penelitian perilaku informasi masyarakat dan, dengan demikian, untuk membimbing kita ke pilihan metode yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

1. HUSSERL, E. Ideas pertaining to a pure phenomenology and to a phenomenological philosophy. 1st book: General introduction to a pure phenomenology, trans. by F. Kersten. The Hague: Nijhoff, 1982
2. DANIELS, V. Lecture on phenomenology. Rhonert Park, CA: Sonoma State University, 2000. Available at: http://www.sonoma.edu/people/daniels/phenomlect.html [Accessed 28th December 2001]
3. WAGNER, H.R. Introduction. On phenomenology and social relations: selected writings, by Alfred Schutz. Edited by H. R. Wagner. Chicago: University of Chicago Press, 1970. 1-50
4. WEBER, M. Economy and society: an outline of interpretive sociology. Vol.1. New York: Bedminster Press, 1968.
5. SCHUTZ, A. Der sinnhafte Aufbau der sozialen Welt. Vienna: Springer, 1932
6. SCHUTZ, A. The phenomenology of the social world. Evanston, IL: Northwestern University Press, 1967.
7. SCHUTZ, A. Collected papers Vol. I. The problem of social reality. The Hague: Martinus Nijhoff, 1962.
8. SCHUTZ, A. The well-informed citizen. In: Collected papers. Vol. II. Studies in social theory. The Hague: Martinus Nijhoff, 1964, 120-134.
9. MANNHEIM, K Ideology and utopia. London: Routledge & Kegan Paul, 1936.
10. SCHUTZ, A. The stranger: an essay in social psychology. In: Collected papers. Vol. II. Studies in social theory. The Hague: Martinus Nijhoff, 1964, 93.
11. PALMER, J. Scientists and information: I. Using cluster analysis to identify information style. Journal of Documentation, 47, 1991, 105-226.
12. ELLIS, D. A behavioural approach to information retrieval design. Journal of Documentation, 46, 1989, 318-338.
13. KUHLTHAU, C.C. Seeking meaning: a process approach to library and information services. Norwood, NJ: Ablex Publishing, 1993.
14. WILSON, T.D. Exploring models of information behaviour: the 'Uncertainty' Project. In; T.D. Wilson and D.K. Allen, eds. Exploring the contexts of information behaviour: Proceedings of the 2nd International Conference on Information Seeking in Context, August 12-15, 1998. Sheffield, UK. London: Taylor Graham, 1999 55-66.
15. CORNELIUS, I.V. Meaning and method in information studies. Norwood, N.J.: Ablex, 1996.
16. WILSON, T.D. (2001) Mokslinio tyrimo metodu struktura: naujas žvilgsnis i tipologija. Knygotyra, 37, 248-252 [In Lithuanian: contact the author for an English version]
17. BOGDAN, R. and TAYLOR, S.J. Introduction to qualitative research methods. New York, NY: Wiley, 1975
18. BERGER P.L. and LUCKMAN, T. The social construction of reality :a treatise in the sociology of knowledge. Harmondsworth: Penguin, 1979.
19. BLUMER, H. Symbolic interactionism: perspective and method. Englewood Cliffs: Prentice- Hall, 1969.
20 DERVIN, B. An overview of sense-making research: concepts, methods, and results to date. Paper presented at the International Communication Association Annual Meeting, Dallas, Texas, USA, May l983. Available at http://communication.sbs.ohio-state.edu/sense-making/art/artdervin83.html [Site visited 11th February 2002]
21. KELLY, G.A. The psychology of personal constructs. New York, NY: Norton, 1955.
22. BOEREE, C. G. Qualitative methods workbook. Available at: http://www.ship. edu/~cgboeree/qualmeth.html [Site visited 10th February 2002]

Catatan: Artikel ini diterjemahkan dari Alfred Schutz, phenomenology and research methodology for information behaviour research Oleh Professor T.D. Wilson


sumber : http://agustocom.blogspot.com/2010/11/alfred-schutz-fenomenologi-dan.html

Jumat, 06 April 2012

KLASIFIKASI TEORI SOSIOLOGI


Secara umum, teori-teori sosiologi diklasifikasikan ke dalam tiga periode, yakni :

Teori Sosiologi Klasik (Sosiologi Tahun-Tahun Awal)
 Periode ini ditandai oleh munculnya aliran Sosiologi Perancis dengan tokoh-tokoh: Saint-Simon, Auguste Comte, dan Emile Durkheim. Sosiologi Jerman dengan tokoh-tokoh: Karl Marx, Max Weber, dan Georg Simmel. Sosiologi Inggris yang dipelopori oleh Herbert Spencer. Serta Sosiologi Italia dengan tokoh Vilfredo Pareto.  

Teori Sosiologi Modern. 
 Teori-teori ini merupakan pengembangan dari aliran-aliran Sosiologi Klasik. Aliran-aliran utama dalam teori sosiologi modern ini meliputi: Sosiologi Amerika, Fungsionalisme, Teori Konflik, Teori Neo-Marxis, Teori Sistem, Interaksionisme Simbolik, Etnometodologi, Fenomenologi, Teori Pertukaran, Teori Jaringan, Teori Pilihan Rasional, Teori Feminis Modern, Teori Modernitas Kontemporer, Strukturalisme, dan Post-Strukturalisme

 Teori Sosial Post-Modern
Aliran teori ini merupakan kritik atas masyarakat modern yang dianggap gagal membawa kemajuan dan harapan bagi masa depan. Para teoritisi yang tergabung dalam aliran ini antara lain: Michael Foucoult, Jean Baudrillard, Jacques Derrida, Jean Francois Lyotard, Jacques Lacan, Gilles Deleuze, Felix Guattari, Paul Virilio, Anthony Giddens, Ulrich Beck, Jurgen Habermas, Zygmunt Bauman, David Harvey, Daniel Niel Bell, Fredric Jameson.

Klasifikasi lain juga dikemukakan Ritzer (1992) dalam karyanya Sociology: A Multiple Paradigm Science (Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda). Di dalamnya teori sosiologi diklasifikasikan berdasarkan paradigma. Paradigma adalah sebagai suatu pandangan mendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang menjadi pokok persoalan. Menurut Ritzer, sosiologi dibagi menjadi 3 paradigma, yaitu:
1. Paradigma Fakta Sosial, meliputi Teori Fungsionalisme Struktural, Teori Konflik, Teori Sistem, dan Teori Sosiogi Makro;
2. Paradigma Definisi Sosial, meliputi Teori Aksi, Teori Interaksionisme Simbolik, dan Fenomenologi;
3. Paradigma Perilaku Sosial, meliputi Teori Pertukaran Sosial dan Teori Sosiologi Perilaku.

Klasifikasi berbeda juga dilakukan oleh Collins (Sunarto, 2000: 227) dengan mengacu pada pemikiran sosiologi seabad lalu yang diidentifikasi berdasarkan luas ruang lingkup pokok bahasan, yaitu:
1. Teori Sosiologi Makro, yaitu teori-teori yang difokuskan pada analisis proses sosial berskala besar dan jangka panjang, meliputi teori tentang: evolusionisme, sistem, konflik, perubahan sosial, dan stratifikasi
2. Teori Sosiologi Mikro, yaitu teori yang diarahkan untuk analisis rinci tentang apa yang dilakukan, dikatakan, dan dipikirkan manusia dalam pengalaman sesaat, mencakup teori tentang interaksi, diri, pikiran, peran sosial, definisi situasi, konstruksi sosial terhadap realitas, strukturalisme, dan pertukaran sosial.
3. Teori Sosiologi Meso, mencakup teori tentang hubungan makro-mikro, jaringan, dan organisasi.

Hal serupa juga dilakukan oleh para sosiolog, seperti Jack Douglas (1973), Broom dan Selznick (1977), Doyle Paul Johnson (1981), yang membagi teori sosiologi menjadi dua kelompok besar yakni Sosiologi Makro dan Sosiologi Mikro (Sunarto, 2007: 18).

 sumber :
http://pensa-sb.info/teori-sosiologi/