Daftar Blog Saya

Sabtu, 21 Juli 2012

Kebutuhan Perempuan


Adalah fakta bahwa perempuan memiliki beberapa ciri-ciri fisik yang berbeda dengan laki-laki, dan karena itu perempuan memiliki sejumlah kekhususan.  Perempuan tidak bisa kencing sambil berdiri, perempuan mengalami menstruasi, bisa hamil dan melahirkan, perlu menyusui dan paling cocok kalau seorang balita diasuh ibunya.  Karena kebutuhan khususnya itu, Islam mensyari’atkan agar perempuan menutup auratnya dan mengenakan jilbab (baju kurung terusan) dan khimar (kerudung) bila berada di tempat publik.  Pergaulan laki-laki dan perempuan pun sedapat mungkin dibatasi kecuali pada hal-hal yang secara syar’i diijinkan.  Oleh karena itu jelas bahwa ada beberapa jenis teknologi yang akan lebih terasa ramah perempuan bila aspek spesifik tadi diperhatikan (Amhar, 2007).
Selama ini bila orang bicara teknologi spesifik perempuan yang terbayang tidak jauh dari urusan ”macak-masak-manak”, atau berhias, memasak dan mengurus anak. Berhias adalah aktivitas seputar kosmetik, perawatan rambut, wewangian, pakaian - termasuk pakaian dalam, pembalut, perhiasan hingga sepatu dan asesori lainnya. Memasak – meski banyak laki-laki juga pandai memasak – tetaplah aktivitas yang lebih didominasi ibu rumah tangga.  Ini aktivitas yang dapat melibatkan segala jenis alat dapur seperti pisau, panci, kompor hingga kulkas sampai makanan atau bumbu siap saji. Mengurus anak – adalah aktivitas yang tidak tergantikan bagi seorang perempuan.  Aktivitas ini dimulai sejak hamil, melahirkan, memandikan, menyuapi, mengajak tidur – termasuk memasangkan popok, sampai mengajak bermain sambil belajar.
Sepintas saja sudah mulai terbayang bahwa teknologi haruslah dapat meringankan tugas kaum perempuan pada aktivitas-aktivitas klasik itu.  Padahal kebutuhan dan tugas kaum perempuan tidak hanya itu.  Perempuan juga wajib menuntut ilmu, wajib berdakwah – termasuk di dalamnya ada aktivitas yang bersifat politis (menasehati orang yang berkuasa). Dalam menjalankan aktivitasnya itu, seorang perempuan terkadang harus berkomunikasi, bepergian, makan di restoran atau menginap di hotel (Amhar, 2007).
Gender Dalam Sains Dan Teknologi

Sejak abad ke-20 perkembangan sains dan teknologi berjalan pesat seiring dengan kebutuhan dan kemudahan hidup yang diinginkan oleh manusia, sejalan dengan perkembangan masyarakat dan perubahan sosial. Masyarakat dengan pelbagai macam adat istiadatnya secara sengaja maupun tidak sengaja akan berperan sebagai pencipta dan pengguna teknologi. Perkembangan yang dimaksud meliputi teknologi di bidang pertanian, industri, transportasi, komputasi, kesehatan/kedokteran, persenjataan, komunikasi dan informasi. Keberadaan Teknologi dalam masyarakat tidak bisa dilepaskan dari perkembangan masyarakat itu sendiri. Teknologi merupakan salah satu bagian dari peradaban masyarakat (Fathani, 2007).
Sebagai konsekuensi, kehidupan bermasyarakat yang menyangkut penciptaan dan penggunaan teknologi maka akan melibatkan semua jenis kelamin, tidak memihak terhadap salah satu jenis, laki-laki atau perempuan ansich. Bila kita membicarakan masalah teknologi seolah-olah teknologi hanya merupakan milik kaum laki-laki saja. Misalnya hanya laki-lakilah yang dapat menciptakan teknologi yang canggih seperti pesawat terbang. Rendahnya perempuan dalam perkembangan sains dan teknologi, diakui atau tidak disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan perempuan secara umum. Meskipun di kota-kota besar banyak sekali perempuan yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi, tetapi kalau dalam skala makro, keterwakilan perempuan di bidang sains dan teknologi masih tergolong sangat rendah.
Sehingga tidak heran jika muncul stigma bahwa perkembangan sains dan teknologi hanya menjadi dominasi bagi kaum laki-laki. Sedangkan perempuan hanya diberikan posisi sebagai pengguna teknologi. Benarkah pernyataan tersebut? Sekilas, memang benar karena pada kenyataannya produk-produk teknologi yang sebagian besar sudah kita nikmati ini memang karya dari kaum adam. Namun, sebenarnya banyak sekali peran perempuan dalam perkembangan sains dan teknologi, tetapi hal itu tidak akan nampak di permukaan karena adanya pembedaan menurut kultur sosial budaya (Wakhidah, 2006: 137).
Secara historis-sosiologis, ilmuwan yang menganut faham feminisme telah mempertanyakan hubungan antara gender dan ilmu pengetahuan (terutama sains) sejak tahun 70-an. Banyak ilmuwan yang berhasil menemukan temuan baru yang mempunyai identitas kelamin perempuan. Para pemerhati perempuan memprediksikan bahwa di masa yang akan datang akan lebih banyak lagi ilmuwan perempuan yang muncul ke permukaan dalam pergulatan ilmu pengetahuan. Prestasi perempuan tidak dapat dipungkiri lagi. Perempuan sudah banyak memberi kontribusi terhadap perkembangan sains dan teknologi (Waejman dalam Wakhidah, 2006:138).
Saat ini, sudah saatnya kita tidak terlalu lama berdebat soal “jenis kelamin” teknologi. Artinya kita tidak terlalu sibuk mempersoalkan teknologi ini dibuat oleh siapa, laki-laki atau perempuan. Alangkah lebih bijaknya, mulai saat ini kita bisa mulai berpikir apa peran kita masing-masing sebagai individu dalam perkembangan sains dan teknologi ini. Karena kenyataan menunjukkan bahwa partisipasi perempuan masih lebih rendah daripada laki-laki, maka hendaknya kenyataan ini dijadikan motivasi para perempuan untuk sesegera mungkin menyusul untuk ikut berperan dalam perkembangan sains dan teknologi. Satu hal yang perlu mendapat perhatian serius terkait hal ini adalah antara laki-laki dan perempuan ‘wajib’ selalu mengembangkan SDM-nya terutama bidang sains dan teknologi. Jika hal ini dapat direalisasikan, maka orang yang selama ini selalu mempermasalahkan tentang peran perempuan dalam perkembangan sains dan teknologi secara otomatis akan terjawab.
Adanya fenomena di atas, maka UNESCO bekerjasama dengan LIPI untuk membentuk sekretariat regional untuk gender, ilmu pengetahuan dan teknologi di kawasan Asia Pasifik. Pembentukan badan ini merupakan perwujudan dari rekomendasi konferensi Dunia Perempuan dan konferensi Dunia tentang pengetahuan. Sekretariat tersebut diharapkan dapat meningkatkan peran serta perempuan khususnya bidang sains dan teknologi. Selain itu pusat penelitian dan pengembangan kependudukan dan ketenagakerjaan LIPI juga mengutamakan gender mainstreaming dalam kegiatan penelitian. Adanya hal ini diharapkan akan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi tercapainya kesetaraan gender di bidang iptek (Kompas,2000).
Untuk ke depan, perkembangan sains dan teknologi -mau tidak mau- akan memaksa perempuan untuk terlibat aktif dalam pengembangan sains dan teknologi. Perempuan (dan juga laki-laki) dituntut tidak hanya sebagai pengguna (baca: penikmat) iptek saja, tetapi juga berperan sebagai penemu, penggagas, pencipta (creator). Dengan demikian, kesetaraan peran antara laki-laki dan perempuan dalam hal mengembangkan sains dan teknologi dapat terwujud.

Internet: Teknologi Bidang Informasi dan Komunikasi yang Berwawasan Gender

Elisa Dean (2007) menjelaskan bahwa, TIK (teknologi informasi dan komunikasi) telah membawa keuntungan kepegawaian termasuk bagi wanita. Akan tetapi pemisahan gender yang direproduksi dalam ekonomi informasi di mana pria memegang mayoritas kaum yang memiliki keterampilan tinggi, menguasai pekerjaan yang bernilai tambah, di mana wanita terkonsentrasi pada pekerjaan keterampilan rendah dan bernilai rendah. Pekerjaan di call centre mengabadikan pekerjaan wanita dan organisasi dalam sektor teknologi informasi , seperti sektor lainnya, menghargai prilaku yang dikatakan maskulin.
Beberapa organisasi dan kelompok masyarakat mengikutsertakan isu yang berkaitan dengan demokrasi di bidang TIK – dari pembagian digital dan hak untuk berkomunikasi, sampai keragaman budaya dan hak kepemilikan intelektual. Pendukung persamaan gender telah didesak untuk memperhatikan dimensi gender masyarakat informasi : mengintegrasikan perspektif gender dalam kebijakan dan strategi nasional TIK, menyediakan isi yang relevan bagi wanita, mempromosikan partisipasi ekonomi kaum wanita dalam ekonomi informasi, dan membuat aturan untuk melawan pornografi wanita dan anak-anak yang ada di Internet. The World Summit in the Information Society / Pertemuan Puncak Masyarakat Informasi Dunia (WSIS) yang dilakukan di Genewa pada bulan Desember 2003, membawa berbagai pelaku dalam bidang TIK untuk memperhatikan tantangan dan kemungkinan TIK , meskipun dengan berbagai hasil dan pandangan.
Teknologi baru yang digunakan dalam bidang informasi dan komunikasi, terutama Internet telah membawa dunia masuk ke era baru. Ada pandangan utama yang mengatakan bahwa teknologi seperti itu tidak memiliki keterlibatan secara sosial, hanya secara teknis saja.  Perubahan positif yang disebabkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) ini, yang notabene berdampak secara dramatis, tidak menyentuh umat manusia keseluruhan.  Hubungan-hubungan kekuasaan yang telah ada dalam masyarakat menentukan tingkat penggunaaan dan pengambilan keuntungan dari (TIK), karenanya teknologi ini tidak bersifat netral secara gender. Pertanyaan penting : siapa yang mengambil keuntungan dari TIK? Siapa yang mendikte keberadaaan dari TIK? Apakah mungkin keberadaan TIK dijumpai sehari-hari supaya dapat melayani tujuan yang lebih luas dari persamaan dan keadilan? Fokus dari hal ini adalah isu gender dan persamaan hak wanita untuk mengakses, menggunakan dan membentuk TIK.
Akses untuk TIK yang baru masih merupakan kenyataan yang jauh bagi sebagian besar orang.  Negara-negara bagian selatan, khususnya di daerah pedesaan, secara nyata tertinggal jauh dari revolusi informasi, ditandai dengan tidak adanya infrastuktur dasar, biaya yang tinggi untuk pengadaan TIK, ketidaktahuan mengenai TIK, dominasi dari bahasa Inggris dalam isi Internet – kurangnya demonstrasi keuntungan TIK untuk menjawab tantangan pembangunan level bawah.  Penghalang-penghalang ini bahkan menjadi masalah yang lebih besar bagi kaum wanita, yang secara umum : buta huruf, tidak mengerti bahasa Inggris dan kurangnya kesempatan untuk mendapat pelatihan keterampilan komputer. Tanggung jawab domestik, pembatasan budaya untuk perpindahan, kurang kuatnya kekuatan ekonomi sejalan dengan kurangnya relevansi kepuasan dalam hidup mereka, lebih jauh membuat mereka termarginalisasi dari sektor informasi.
Bidang TIK ditandai dengan kontrol strategis yang dilakukan oleh perusahaan kuat dan oleh negara-negara kuat. Monopoli yang dibangun berdasarkan rejim kepemilikan intelektual, bertambahnya pengawasan Internet dan  pengurangan keberadaan isi demokratisnya dan ekploitasi kaum lemah yang dilakukan imperialisme kapitalis, rasisme dan perbedaan gender (sexism). Dalam bidang TIK, wanita relatif memiliki kepemilikan dan pengaruh dalam proses pengambilan keputusan, karena tidak terwakilkan dalam sektor privat dan pemerintahan yang mengontrol bidang ini.
Lebih lanjut, Dean (2007) mejabarkan bahwa, TIK juga telah digunakan oleh kebanyakan sebagai alat untuk transformasi sosial dan persamaan gender. Sebagai contoh :
  1. E-Commerce (perdagangan yang dilakukan secara elektronik dengan bantuan Internet) merupakan langkah awal yang dicoba sekarang ini di berbagai tempat oleh NGO (Non Government Organization / Organisasi Non Pemerintah) untuk menghubungkan para wanita ahli secara langsung ke pasar global melalui Internet, dan juga mendukung aktivitas mereka dengan informasi produksi dan pasar
  2. Program e-governance / pemerintahan melalui media elektronik telah dicoba oleh beberapa pemerintah menggunakan TIK untuk membuat pelayanan pemerintahan dapat lebih luas dijangkau oleh warga masyarakat. Dalam beberapa kasus disertai dengan strategi eksplisit untuk memastikan bahwa pelayanan ini menjangkau kaum wanita dan lainnya yang menghadapi halangan untuk mengakses layanan pemerintahan.
  3. Para pendidik kesehatan telah menggunakan sarana radio untuk mengkomunikasikan informasi yang berhubungan dengan kesehatan seks dan reproduksi. Kemungkinan komunikasi melalui sarana Internet juga sedang digali.
  4. Berbagi informasi dan dialog melalui sarana email, newsletter dan catatan online antara wanita dari belahan Utara dan Selatan  dan di antara para wanita di bagian Selatan itu sendiri telah memungkinkan kolaborasi dan pemfokusan usaha dalam skala global untuk mendorong agenda dari persamaan gender.

Aktivitas-aktivitas tersebut telah sangat efektif di mana hal itu dapat dilakukan di atas isu keterbatasan akses dan infrasruktur untuk memandang konteks sosial yang lebih besar dan hubungan kekuasaan yang lebih besar. Tingkat efektivitas dan keterjangkauan telah diperkaya dengan kombinasi teknologi lama seperti radio dengan teknologi baru seperti Internet.

 




DAFTAR PUSTAKA




Amhar, Fahmi. 2007. Teknologi ramah lingkungan?. Dalam http//google//co.id dalam Suara Islam, no. 19, minggu III-IV April 2007 (diunduh pada hari minggu, tanggal 28 oktober tahun 2007)

Dean, Elisa. 2007. Teknologi Bidang Komunikasi dan Informasi Berwawasan Gender. OV Assignment – English Indonesian translation on Gender and ICT’s. Dalam http//google//co.id (diunduh pada hari minggu, tanggal 28 oktober tahun 2007)

Fakih, mansour. 1996. Menggeser Konsepsi Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka.

Fathani, Abdul Halim. 2007. Gender dalam Sains dan Teknologi. Malang. Dalam http//google//co.id (diunduh pada hari minggu, tanggal 28 oktober tahun 2007)


Muthali’in. 2001. Bias Gender dalam Pendidikan. Surakarta: Muhammadiyah University press.

Suryadi, Ace dan Ecep Idris. 2004. Kesetaraan Gender dalam Bidang Pendidikan. Bandung: PT. Genesindo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar