Daftar Blog Saya

Jumat, 15 Juni 2012

DEWI lANJAR (FOKLOR MASYARAKAT PEKALONGAN DAN SEKITARNYA


A.      Latar Gambaran Kebudayaan Masyarakat
Pekalongan merupakan salah satu kota yang terletak di wilayah pesisir utara Provinsi Jawa Tengah yang berjarak kurang lebih 101 km ke arah barat dari Ibukota Provinsi Jawa Tengah, Semarang. Secara geografis, Pekalongan memiliki posisi strategis berada di jalur penghubung antara kota-kota di wilayah Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah. Jalur penghubung berupa jalur utara arteri Pulau Jawa atau biasa disebut jalur pantura. Jalur ke barat dari Pekalongan menuju Tegal, Pemalang dan Cirebon, sedang ke timur menuju Kendal dan Semarang, serta ke selatan bisa menuju Banjarnegara untuk menuju jalur arteri selatan Pulau Jawa.
Kota Pekalongan membentang antara 6º50’42” – 6º55’44” LS dan 109º37’55” – 109º42’19” BT. Luas Kota Pekalongan adalah 45,25 km² atau 0,14 % dari luas wilayah Provinsi Jawa Tengah yang seluas 3,254 ribu km² .Jarak terjauh dari Utara ke Selatan mencapai ± 9 km, sedangkan dari Barat ke Timur mencapai ± 7 km.
Desa Krapyak Lor, Kecamatan Pekalongan Utara merupakan salah satu desa yang berada sekitar 200 meter dari bibir pantai utara daerah Pekalongan. Desa Krapyak Lor sendiri memiliki salah satu pantai yang sangat terkenal di Pekalongan yakni Pantai Slamaran. Wilayah Desa Krapyak Lor banyak terdapat lahan gambut khas pesisir pantai yang dimanfaatkan sebagai petak lahan untuk pertambakan ikan dan udang disamping juga terdapat lahan yang kosong dan ditumbuhi tanaman khas rawa. Meskipun berdekatan dengan daerah pantai tidak membuat masyarakat yang ada disana memiliki mata pencaharian sebagai nelayan saja ini diakibatkan bahwa akses menuju kota sudah sangat mudah terlebih jarak yang tidak terlalu jauh dengan pusat kota dan pusat pemerintahan. Namun, ketidakberaturan mata pencaharian dan tingkat pendidikan yang tidak menentu menjadikan cultur masyarakat didaerah pesisir menjadi carut marut baik untuk permasalahan ekonomi dan spiritual.
Pekalongan merupakan kota yang dikenal juga dengan batik dan keragaman etnis yang ada tinggal disana, yang paling dominan adalah kaum pribumi, Arab , Tionghoa dan keturunanya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa masyarakat yang terkenal egaliter yang lebih bisa menerima apapun yang masuk dan keluar dalam artian secara mobilitas kebudayaan baik perdagangan atau bahkan keagaman dan pola berfikir.
Kepercayaan masyarakat Jawa terhadap hal – hal mistis, sudah sangat mendarah daging, bahkan kita begitu saja percaya tentang mitos Kanjeng Ratu Roro Kidul, yang asal- usulnya masih terus diperbincangkan. Namun itulah Indonesia, selalu menelan habis semua informasi maupun cerita yang mampir ditelinga kita. Karena mitos adalah sesuatu yang universal, artinya masyarakat di manapun di dunia ini mengenal mitos meskipun ada yang mengalami penurunan terutama bersamaan dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Dalam masyarakat yang sudah maju pun masih mempercayai adanya mitos. Di Barat ada mitos bahwa angka 13 merupakan angka sial. Masih banyak dijumpai hotel-hotel atau apartemen bertingkat yang menghindari angka 13 yang seharusnya menunjukkan tingkat tiga belas. Namun mitos hanya “mengikat” bagi masyarakat yang mempercayainya. Bagi suatu masyarakat yang tidak mempunyai hubungan kepercayaan terhadap mitos masyarakat lain jelas mitos itu tidak berarti sama sekali. Mitos muncul berkaitan dengan keterlibatan masyarakat yang bersangkutan. Bagi bangsa Timur misalnya, angka 13 tidak memiliki makna tertentu. Bagi bangsa Timur dan mungkin bangsa-bangsa lain, yang tidak terlibat dengan mitologi angka 13, angka 13 tidak memiliki makna tertentu kecuali ia adalah urutan angka setelah 12 dan sebelum 14.

B.       Persebaran Budaya
Masyarakat pesisir pantai adalah masyarakat yang egaliter namun untuk beberapa segmen mereka memegang teguh dan kuat apa yang menjadi peninggalan dari leluhur dan cikal bakal masyarakatnya, masyarakat yang memilik kompleksitas tinggi tentang alam dan sisilain kehidupan baik secara mikrokosmos maupun makro kosmos baik secara riil maupun mistis. Karakter masyarakat juga tergantung dari berbagai aspek, misalkan tempat bermukim masyarakat tersebut berupa pegunungan, dataran rendah, dan pantai. Kesemuanya menimbulkan karakter dan perilaku masyarakatnya terhadap pantai dan alam laut ditempat yang bersangkutan. Hal tersebut juga menentukan sistem bertahan hidup, sistem lembaga sosial, sistem kepercayaan, bahasa dan yang paling kental adalah sistem religi dan kepercayaan masyarakatnya. Terlebih dimasyarakat Indonesia yang hampir daerah kepulauannya bermacam-macam karakter lautnya yang dalam penelitian ini yang akan menjadi fokus adalah masyarakat pesisir pantai utara yang ada di Jawa.
Masyarakat pesisir yang masih konvensional dan tradisional dalam kehidupan sosialnya selalu percaya bahwa alam dan kehidupanya harus dihormati dan memiliki tempat tersendiri dalam pola pikir bahkan perilaku mereka dan juga permasalahan kepercayaan dan kebudayaan yang harus dilestarikan, untuk dijadikan identifikasi masyarakat dengan masyarakat yang lainya. Selain itu juga untuk menjaga kelestarian alam dan budaya tentunya untuk kepentingan yang lebih besar adalah upaya sebagai strategi penyesuaian untuk bertahan dengan kehidupan itu sendiri.
Untuk menjaga itu semua ada konsep mitos. Mitos adalah salah satu unsur dalam suatu religi yang menjadi dasar kehidupan sosial buadaya manusia (Twikromo, 2005 : 5). Mitos lahir dan berkembang dalam masyarakat yang tersebar di berbagai pelosok nusantara, termasuk yang lahir dan berkembang di pesisir pantai utara pulau Jawa, khususnya masyarakat Pantai Slamaran, DesaKrapyak Lor,Pekalongan. Mitos cerita rakyat kini bersaing dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat sehingga menyebabkan semua yang berhubungan dengan mitos cerita rakyat nyaris hilang di era globalisasi ini.Akan tetapi, masyarakat yang termasuk dalam negara berkembang masih memegang dengan teguh mitos yang berkembang disekitar masyarakat tersebut. Mitos tersebut misalnya, mitos tentang Dewi lanjar yang berkembang pada masyarakat pesisir pantai utara Jawa. Mitos ini banyak dipercaya oleh kebanyakan daerah yang berada di pesisir pantai utara dari yang paling barat adalah Cirebon, Brebes, Tegal, Pemalang, Pekalongan, Batang hingga daerah yang peling timur adalah kabupaten Rembang. Akan tetapi kepercayaan tentang keberadaan Dewi Lanjar sebagai penguasa pantai utara Jawa ini tidak hanya diyakini oleh masyarakat yang tinggal di daerah yang dekat dengan laut bahkan dipercaya pada masyarakat yang terhitung jauh dari bibir pantai. Tentunya dengan cerita dan versi yang berbeda-beda pula sesuai dengan keadaan dan bagaimana penyebaran tentang mitos Dewi Lanjar. Kesemuanya memiliki fungsi dan kearifan lokal yang terkadang kontroversial dan kebermanfaatan yang bermacam-macam pula.




Asal-Usul Dewi Lanjar
            Pada jaman dahulu kala di Pekalongan terdapat sebuah kadipaten yang merupakan wilayah Kasultanan Mataram. Kadipaten ini dipimpin oleh seorang adipati yang pertama memerintah di Kadipaten Pekalongan. Adipati itu memerintah dengan arif dan bijaksana sehingga sangat dicintai oleh rakyatnya.
Tersebutlah seorang gadis berparas cantik jelita bernama Siti Khatijah, puteri dari Sang Adipati Pekalongan. Karena kecantikannya yang telah tersohor, banyak pemuda yang tertarik untuk meminangnya. Sang Adipati pun bertindak cepat dengan berusaha menjodohkan puteri kesayangannya dengan pangeran pilihan Sang Adipati. Siti Khatijahdipaksa menuruti kehendak Sang Ayah walaupun dia tidak menyukai perjodohannya. Siti Kahdijah sebagai seorang anak yang berbakti berusaha tegar menghadapi perjodohan hingga tibalah saat dimana pesta pernikahan dilangsungkan. Tetapi hati Siti Khatijah tidak bisa dibohongi, ia tidak bisa menerima pilihan Sang Ayah sehingga akhirnya memilih pergi meninggalkan istana. Dalam kebimbangannya Siti Khatijah berjalan menuju utara hingga sampailah dia di sebuah pantai yang sekarang bernama Pantai Slamaran. Hal ini senada dengan pernyataan hasil wawancara denganjuru kunci pesanggrahan Dewi Lanjar di Pantai Slamaran, Bapak Absori (37 tahun) yaitu :
“.....Ibu Dewi Lanjar piyantun Pekalongan asli putra putrinipun Bupati Pekalongan pertama. Nami aslinipun Siti Khatijah. Ibu Dewi Lanjar dijodohkan orang tua seperti jaman Siti Nurbaya tetapi gak mau. Tapi namanya anak mau gak mau harus nurut dengan pilihan orang tuanya. Karena Ibu Dewi Lanjar itu kerabat Keraton kalo jaman sekarang ya ada resepsian gitu ya, tapi Ibu Dewi Lanjar tetap tidak mau akhirnya kabur dari rumah ke arah utara tepatnya di pantai ini (Slamaran) “.(Wawancara tanggal 2Junitahun 2012)
Di tepi Pantai Slamaran, Siti Khatijah terus berjalan dengan tetap memakai baju pengantinnya. Tanpa disadari Siti Khatijah, ada seorang nelayan yang melihatnya hingga nelayan tersebut hanya tercengang ketika Siti Khatijah berjalan di atas lautan tanpa tenggelam hingga menuju tengah lautan. Berita menghebohkan inipun sampailah di telinga Sang Adipati. Sang Adipati segera memerintahkan pasukannya untuk mencari puterinya sampai ditemukan. Akan tetapi, pencarian selama tiga hari tiga malam itu tidak membuahkan hasil. Sang Adipati yang terlanjur malu atas kaburnya Siti Khatijah dalam pesta pernikahannya pun memutuskan mengumumkan bahwa Siti Khatijah telah meninggal. Sesuai tradisi Islam, Sang Adipati memerintahkan mengadakan tahlilan untuk mendoakan Siti Khatijah yang telah meninggal. Pada malam ke-7 tahlilan, Siti Khatijah mendatangi istana Kadipaten Pekalongan dan berpesan bahwa dia tidak meninggal tetapi masih hidup di alam ghaib. Hal ini senada dengan pernyataan hasil wawancara dengan juru kunci pesanggrahan Dewi Lanjar di Pantai Slamaran, Bapak Absori (37 tahun) yaitu : 
“........Lha di pinggir pantai ini sore hari ada seorang nelayan melihat kok ada perempuan cantik pakai baju pengantin lari di tepi pantai bahkan sampai masuk ke laut tapi gak tenggelamlah gak mati. Nah warga sekitar Pekalongan dari pihak keluarga Keraton mencari kesana kemari gak ketemu selama 3 hari 3 malam akhirnya pihak keluarga memutuskan mengabari kalo calon pengantin perempuan meninggal. Lha karena di Pekalongan ini kalo ada orang yang meninggal itu ada tahlilan sampai 7 hari kirim doa itu pas 7 harinya Ibu Dewi Lanjar dateng tapi udah di alam gaib ”.(Wawancara tanggal 2Junitahun 2012)

Siti Khatijah yang mendatangi istana Kadipaten Pekalongan berpesan kepada seluruh keluarganya agar rakyat sekitar Kadipaten Pekalongan yang mengalami kesulitan dalam kehidupan untuk dibantunya apabila mau menemuinya. Akan tetapi, Siti Khadijah melarang rakyat Kadipaten Pekalongan untuk meminta kepadanya dengan alasan rakyatnya telah menikmati segala nikmat duniawi dengan melimpahnya hasil bumi masyarakatnya. Mendengar kabar bangkitnya Siti Khadijah dengan kesaktian yang dapat mengabulkan keinginan seseorang, rakyat Pekalongan banyak yang mempercayai bahwa sosok Siti Khadijah merupakan makhluk ghaib yang sekarang ini lebih dikenal dengan sebutan Dewi Lanjar. Rakyat Pekalongan menyebut Siti Khadijah dengan sebutan Dewi Lanjar karena dalam bahasa Pekalongan Lanjar berarti seorang gadis yang menikah tetapi belum sempat berhubungan badan dengan suaminya. Hal ini senada dengan pernyataan hasil wawancara dengan petugas tiket Pantai Slamaran (Dinas Pariwisata dan Perhubungan Pekalongan), Bapak Casmadi (48 tahun) yaitu :
“......Ibu Siti Khatijah pesen saya ini belum meninggal jadi masih hidup tapi pindah alam lha dari warga sekitar Pekalongan kalo mengalami kesulitan ekonomi masalah duniawi Insya Allah atas ijin Allah saya bisa bantu. Makanya orang-orang jaman sekarang mengira Ibu Dewi Lanjar itu seolah-olah makhluk ghaib macem jin atau setan padahal Ibu Dewi Lanjar hanya manusia biasa. Lha bisanya dipanggil Ibu Dewi Lanjar lha itulah tadi semacam orang yang sudah menikah tapi belum berhubungan itu kalo di Pekalongan disebut Lanjar ”.(Wawancara tanggal 2Junitahun 2012)

Bagi sebagian warga yang percaya, Dewi Lanjar memberikan satu kepercayaan untuk mendatangkan berkah, ngalap berkah adalah salah satu jalan untuk menuju satu keinginan baik rejeki secara material ataupun non material. Banyak cara yang ditempuh orang-orang untuk mendapatkan berkah itu, ada yang menginap hingga berhari-hari, ada yang bertapa, ada yang sekedar berdoa, bahkan dengan media air mineral. Semua orang yang datang di ritus atau pesanggrahan yang diyakini adalah pesanggrahanDewi Lanjar, memiliki keyakinan sendiri-sendiri dan bermacam-macam. Meskipun ada yang sudah diberikan penjelasan bahwa meminta secara langsung kepada Dewi Lanjar adalah salah satu bentuk kemusyrikan namun masih banyak melakukan hal itu. Namun tidak sedikit pula yang berdoa langsung kepada tuhan melalui perantara dan tempat pesanggrahan tersebut. Dewi Lanjar memiliki pengaruh yang kuat unutuk mesyarakat yang mempercayai keberadaanya, dan dianggap memiliki daerah kekuasaan dan kerajaan yang tidak hanya sebatas pada wilayah Slamaran Pekalongan saja akan tetapi sepanjang pantai utara pulau Jawa dari Cirebon hingga Rembang. Bahkan tidak sedikit yang mempercayai bahwa Dewi Lanjar memiliki hubungan langsung dengan penguasa pantai selatan Jawa, Nyi Roro Kidul. Hal ini senada dengan pernyataan hasil wawancara dengan pemilik warung daerah Pantai Slamaran, Kunariyah (36 tahun) yaitu :
“.........Tapi cerita lain mengatakan Ibu Dewi Lanjar itu semacam kaya kita minta pertolongan itu yang mengayomi semacam memberi pager dari sepanjang pantai utara dari Rembang sampai Cirebon intinya itu dari Pekalongan. Ibu Dewi Lanjar dan Nyi Roro Kidul itu masih ada hubungan keluarga malah Nyi Roro Kidul itu yang tua Ibu Dewi Lanjar yang muda ya kakak beradiklah makanya kalo orang habis dari Parangtritis mesti dapet petunjuk udah kamu lari aja ke adek saya mesti larinya ke Pekalongan”.(Wawancara tanggal 2Junitahun 2012)

Bagi rakyat Pekalongan mitos tentang Dewi Lanjar merupakan suatu warisan kebudayaan dan kepercayaan yang harus tetap dijaga kelestarianya. Banyak yang percaya bahwa Dewi Lanjar merupakan salah satu tokoh nyata yang tidak hanya sekedar makhluk mistis, Dewi Lanjar dipercaya memiliki kekuatan untuk menjaga kehidupan secara mikro kosmos ataupun makro kosmos, dipercaya pula bahwa Dewi Lanjar adalah tokoh spiritual keagamaan yang memiliki sejarah panjang setara dengan wali Songo, dari itu Dewi Lanjar juga memiliki titel hajjah sebagai titel keagamaan Islam.Hal ini senada dengan pernyataan hasil wawancara dengan petugas tiket Pantai Slamaran (Dinas Pariwisata dan Perhubungan Pekalongan), Bapak Casmadi (48 tahun) yaitu :
“........Ibu Dewi Lanjar itu dulu waktu diceritakan bapak saya pernah naik haji tapi gak tau tahun kapan. Bapak saya saja juga gak tau namanya saja nerusin dari orang tuanya “.(Wawancara tanggal 2Junitahun 2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar