BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masyarakat Batang telah
hidup dan tinggal di daerah Batang dalam kurun waktu yang sudah relatif lama.
Daerah Batang sendiri dahulunya termasuk ke dalam bagian wilayah administratif
kepemerintahan daerah Pekalongan, namun kemudian daerah Batang pada tanggal 8
April 1996 dinyatakan berdiri sendiri secara resmi sebagai sebuah Kabupaten di Provinsi
Jawa Tengah. Kabupaten Batang berada dalam lingkup wilayah Karesidenan
Pekalongan dan lokasinya juga berbatasan langsung dengan Kabupaten dan kota
Pekalongan, oleh karena itu kultur kehidupan masyarakat Batang pada umumnya hampir
sama dengan kultur kehidupan masyarakat Pekalongan dalam hal logat bahasa,
makanan khas, kesenian, mata pencaharian, maupun religi dan kepercayaannya.
Kabupaten Batang secara
geografis berada di wilayah pesisir utara bagian barat provinsi Jawa Tengah,
oleh karena itu masyarakat Batang dalam pembagian bentang kebudayaan masyarakat
Jawa digolongkan sebagai masyarakat Jawa pesisiran. Daerah-daerah di wilayah
pesisir utara bagian barat Jawa Tengah dahulunya adalah daerah-daerah kota
pelabuhan yang merupakan tempat menepinya kapal-kapal dagang yang datang dan
membawa pengaruh-pengaruh kebudayaan asing masuk ke pulau Jawa, hal itu
kemudian menyebabkan kebudayaan yang berkembang di Kabupaten Batang adalah
kebudayaan-kebudayaan pesisiran yang mendapatkan pengaruh dari
kebudayaan-kebudayaan asing yang masuk ke daerah Batang.
Kabupaten Batang secara
umum memang berada di wilayah pesisiran, akan tetapi Kabupaten Batang juga
mempunyai topografi daerah yang berupa dataran rendah dan pegunungan.
Kebudayaan yang berkembang di daerah pesisiran jelas berbeda dengan kebudayaan
yang berkembang di daerah dataran rendah ataupun di daerah pegunungan. Daerah pesisiran
memiliki kondisi geografis dan potensi-potensi alam yang berbeda dengan daerah
dataran rendah ataupun daerah pegunungan, oleh karena itu masyarakat yang hidup
di daerah pegunungan pun akan cenderung memiliki pola hidup dan cara
mengembangkan diri yang berbeda dengan masyarakat yang hidup di daerah dataran
rendah ataupun di daerah pesisiran. Van Peursen (dalam Sutrisno dan Putranto,
2005: 259) mengungkapkan bahwa kebudayaan diartikan sebagai perwujudan
kehidupan setiap individu dan setiap kelompok individu yang berupaya mengolah
dan mengubah alam sehingga membedakan dirinya dengan hewan. Kebudayaan adalah
gejala manusiawi dari kegiatan berpikir (mitos, ideologi, dan ilmu), komunikasi
(sistem masyarakat), kerja (ilmu alam dan teknologi), dan kegiatan-kegiatan
lain yang lebih sederhana.
Bentuk topografi daerah
yang berbeda dengan pola kehidupan dan kebudayaan yang berbeda dari
masing-masing masyarakat di sekitar daerah tersebut turut berperan terhadap
adanya keberagaman budaya di daerah Batang. Keberagaman budaya yang ada di
daerah Batang tersebut menjadi potensi daerah yang memberikan ciri khas
tersendiri bagi masyarakat Batang. Salah satu potensi daerah yang merupakan
ciri khas dan menjadi bagian dari hasil kebudayaan masyarakat Batang adalah
kerajinan batik Batang. Batik Batang biasanya dikenal juga dengan sebutan Batik
Batangan. Batik Batang adalah batik dengan motif asli yang berasal dari daerah
Batang. Batik Batang sebagai warisan budaya nenek moyang masyarakat Batang
telah diproduksi di wilayah alas roban sejak zaman pemerintahan Sultan Agung
pada sekitar tahun 1613-1645 M (www.KhasanahBatikPekalongan.com).
Batik Batang dengan karakter
motif keratonan yang diakulturasikan dengan paham rifa’iyah merupakan suatu ciri
khas tersendiri yang membedakan batik Batang dengan batik-batik yang berasal
dari daerah-daerah lainnya. Perbedaan setiap batik yang berasal dari tiap-tiap
daerah yang berbeda pada umumnya memang berkaitan juga dengan adanya perbedaan
nilai-nilai budaya dan kearifan lokal yang berkembang di tiap-tiap daerah yang
berbeda tersebut. Batik Batang yang memiliki suatu ciri khas tersendiri
merupakan salah satu simbol kepribadian dan identitas budaya dari masyarakat
Batang karena Batik Batang adalah suatu bentuk representasi dari nilai-nilai
seni budaya yang dimiliki oleh masyarakat Batang. Corak khas dari suatu
kebudayaan bisa tampil karena kebudayaan itu menghasilkan suatu unsur yang
kecil berupa suatu unsur kebudayaan fisik dengan bentuk yang khusus, sehingga
suatu kebudayaan dapat dibedakan dari kebudayaan yang lain (Koentjaraningrat,
1990 : 263).
Batik Batang pada umumnya
identik dengan warna sogan ireng-irengan.
Batik sogan dengan motif sidomukti digunakan
pula dalam lambang kepemerintahan Kabupaten Batang untuk menunjukkan bahwa seni
kerajinan batik di Kabupaten Batang adalah seni kerajinan rakyat yang sudah
mendarah daging dan diwariskan turun-temurun oleh nenek moyang masyarakat
Batang. Batik Sogan dalam lambang
pemerintah Kabupaten Batang juga mengandung makna bahwa rakyat Batang
memelihara kebudayaan bangsa serta kebudayaan daerah yang berkepribadian
(http://www.batangkab.go.id).
Batik sebagai suatu
bentuk ekspresi seni budaya yang mempunyai makna filosofis di dalam setiap
corak dan motifnya merupakan warisan kekayaan budaya daerah yang masih dijaga
dan dipertahankan kelestariannya di Negara Indonesia. Kebijakan pemerintah yang
berisi tentang aturan untuk memakai seragam batik di lingkungan pendidikan dan
di lembaga-lembaga kepemerintahan merupakan salah satu upaya yang telah
dilakukan oleh pemerintah untuk tetap menjaga kelestarian batik yang ada di
Indonesia. Pada tahun 2009, batik Indonesia mendapatkan pengakuan oleh UNESCO
dan dimasukkan ke dalam Daftar Representatif sebagai Budaya Tak Benda Warisan
Manusia (representative list of the
intangible cultural heritage of humanity) dalam Sidang ke-4 Komite
Antar-Pemerintah (fourth session of the
intergovernmental committee) tentang Warisan Budaya Tak Benda di Abu Dhabi
(Husamah, 2009: 01).
Batik-batik yang
berasal dari daerah Pekalongan, Solo, maupun Jogjakarta cenderung lebih dikenal
oleh masyarakat daripada batik-batik yang berasal dari daerah Batang.
Batik-batik yang berasal dari daerah Solo dan Jogjakarta terkenal karena daerah
Solo dan Jogjakarta adalah daerah keraton yang merupakan tempat dimana awal
mula budaya batik mulai berkembang di Indonesia. Masyarakat juga cenderung
mengenal batik-batik yang berasal dari daerah Pekalongan karena daerah
Pekalongan adalah daerah yang sudah lama dikenal sebagai kota Batik. Letak
Kabupaten Batang yang berada tepat di sebelah timur daerah Pekalongan dan
dengan lebih superiornya batik Pekalongan dibandingkan dengan batik Batang
turut menjadi salah alasan mengapa Batik Batang belum begitu dikenal oleh masyarakat
umum.
Batik Batang belum
begitu dikenal oleh masyarakat luas meskipun batik Batang pada umumnya memiliki
ciri khas dan kualitas yang tidak kalah dibandingkan dengan batik-batik yang
berasal dari daerah-daerah lainnya. Batik Batang bahkan belum begitu dikenal
oleh sebagian masyarakat Batang meskipun batik Batang merupakan warisan
kebudayaan dari nenek moyang masyarakat Batang itu sendiri. Bagaimana
upaya-upaya yang telah dilakukan untuk menjaga kelestarian Batik Batang tentu
dapat menjadi acuan untuk mengetahui mengapa Batik batang kurang begitu dikenal
oleh masyarakat luas. Pemahaman masyarakat Batang mengenai peranan serta arti
pentingnya batik Batang bagi masyarakat Batang akan berpengaruh juga terhadap
upaya-upaya pelestarian Batik Batang tersebut. Masyarakat Batang yang mempunyai
pemahaman mengenai arti penting batik Batang sebagai warisan kekayaan budaya
masyarakat Batang tentu akan lebih terdorong untuk memiliki rasa tanggung jawab
dalam mengupayakan kelestarian batik Batang tersebut.
Pembahasan di atas
memberikan dorongan kepada penulis untuk lebih mengetahui tentang upaya-upaya
pelestarian Batik Batang sebagai warisan kebudayaan masyarakat Batang.
Sehubungan dengan hal tersebut maka penulis mengangkat Judul “KAJIAN
FENOMENOLOGI MENGENAI PELESTARIAN BATIK BATANG SEBAGAI WARISAN BUDAYA
MASYARAKAT” dalam penelitian skripsinya agar penulis dapat melihat lebih dalam
mengenai pelestarian batik Batang.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, tersusunlah
rumusan permasalahan sebagai berikut :
1. Apa upaya-upaya yang dilakukan untuk
melestarikan batik Batang?
2.
Faktor-faktor apa yang mendukung dan menghambat
upaya pelestarian
batik Batang?
3.
Apa saja solusi-solusi yang dilakukan terhadap
faktor penghambat dalam upaya pelestarian
batik Batang?
1.3
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan fokus permasalahan penelitian di atas,
maka penelitian ini dilaksankan dengan tujuan untuk :
1.
Mengetahui upaya-upaya yang dilakukan untuk
melestarikan batik Batang.
2.
Mengetahui faktor-faktor
yang mendukung dan menghambat upaya pelestarian batik Batang.
3.
Mengetahui solusi-solusi yang dilakukan terhadap
faktor penghambat dalam upaya pelestarian
batik Batang.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat
yang yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1.
Manfaat
teoritis
a.
Menambah
khasanah keilmuan mengenai upaya pelestarian warisan budaya dari sudut pandang
ilmu sosial.
b.
Memperkaya
wawasan dalam khasanah ilmu sosial budaya.
c.
Sebagai bahan
referensi dan acuan serta bahan tinjauan bagi para pembaca atau para peneliti
berikutnya.
2.
Manfaat praktis
a.
Bagi pemerintah
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan deskripsi informasi yang
dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk referensi dan evaluasi bagi
Pemerintah Kabupaten Batang dalam upaya pelestarian batik Batang sebagai
warisan budaya nenek moyang masyarakat Batang.
b.
Bagi masyarakat
pemerhati batik
Penelitian
ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan kepada masyarakat pemerhati
batik mengenai upaya pelestarian batik Batang, sehingga diharapkan masyarakat
juga dapat lebih memahami arti pentingnya batik Batang sebagai warisan budaya
nenek moyang masyarakat Batang yang perlu dilestarikan. Masyarakat yang
memahami arti penting keberadaan batik Batang diharapkan dapat berpartisipasi
pula dalam upaya pelestarian batik Batang tersebut.
1.4
Pembatasan
Masalah
Penegasan istilah dimaksudkan agar ada kesamaan
pemahaman terhadap istilah-istilah yang terdapat dalam judul penelitian “Kajian
Pelestarian Batik Batang Sebagai Warisan Kebudayaan Masyarakat”. Istilah yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Upaya
Pelestarian Batik Batang
Kata
upaya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000 : 1250) mempunyai arti sebagai
usaha menyampaikan sesuatu maksud, akal, dan ikhtiar, sedangkan kata
pelestarian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002 : 665) berasal dari kata
lestari yang berarti kekal selama-lamanya. Pelestarian
adalah perlindungan dari kemusnahan atau kerusakan. Upaya
pelestarian merupakan usaha yang dilakukan untuk melindungi dari kemusnahan dan
mempertahankan keberadaan agar tetap mampu berkembang di tengah-tengah
masyarakat. Upaya pelestarian batik Batang dapat diartikan sebagai usaha
mempertahankan keberadaan batik Batik Batang agar tetap mampu berkembang di
tengah-tengah masyarakat.
Kata
batik berasal dari kata amba dalam Bahasa
Jawa yang berarti menulis atau menggambar dan titik atau nitik yang berarti
membuat titik-titik. Batik atau kain batik dapat diartikan sebagai seni gambar
diatas kain menggunakan malam atau lilin untuk menahan warna dengan berbagai
corak dan warna tertentu (Muslimah, 2010: 2-3). Batik dalam anggapan umum
adalah sebentuk kain yang memiliki motif-motif tertentu, yang mana motif-motif
tersebut telah digunakan beratus-ratus tahun (mentradisi) pada sebuah wastra
atau kain yang bermotif (Kusumaningtyas, 2009:111).
Batik
yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah batik Batang. Batik Batang adalah
batik yang berasal dari daerah Batang dan merupakan warisan budaya dari nenek
moyang masyarakat Batang.
2. Warisan
Budaya
Cultur heritage
dalam bahasa inggris diterjemahkan sebagai warisan budaya, peninggalan budaya,
atau tinggalan budaya. Warisan budaya dapat didefinisikan sebagai
perangkat-perangkat simbol kolektif yang diwariskan oleh generasi-generasi
sebelumnya dari kolektivitas pemilik simbol tersebut (Kusumaningtyas, 2009:
61). General Conference UNESCO yang
dilaksanakan pada tanggal 16 November 1972 mendefinisikan warisan budaya
sebagai “Warisan dari masa lampau, yang kita nikmati saat ini dan akan kita
teruskan kepada generasi yang akan datang” (Kusumaningtyas, 2009: 63).
Djojodigoena
(dalam Husamah, 2009: 36) menyatakan bahwa budaya adalah daya dari budi yang
berupa cipta, karsa dan rasa. Cipta adalah kerinduan manusia untuk mengetahui
rahasia segala hal yang ada dalam pengalaman lahir dan batin. Karsa adalah
kerinduan manusia untuk menginsyafi sangkan paran, yakni dari mana manusia
sebelum lahir (sangkan), dan kemana manusia sesudah mati (paran). Rasa adalah
kerinduan manusia akan keindahan, sehingga menimbulkan dorongan untuk menikmati
keindahan. Manusia merindukan keindahan dan menolak sesuatu yang buruk. Buah
perkembangan rasa terjelma dalam berbagai bentuk norma keindahan yang kemudian
menghasilkan berbagai macam kesenian.
Warisan
budaya yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah batik Batang yang merupakan
warisan budaya dari nenek moyang masyarakat Batang.
3. Masyarakat
Batang
Masyarakat
merupakan kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut sistem adat istiadat
tertentu yang besifat kontinyu dan yang terkait oleh identitas bersama
(Koentjaraningrat, 1990: 146). Mayarakat yang dimaksudkan dalam penelitian ini
adalah masyarakat Batang. Masyarakat Batang merupakan masyarakat yang hidup dan
mengidentifikasikan diri mereka sebagai warga masyarakat Kabupaten Batang.
Masyarakat Batang dalam bentang kebudayaan masyarakat Jawa digolongkan sebagai
masyarakat Jawa pesisiran, hal ini disebabkan karena lokasi Kabupaten Batang
berada di pesisir utara bagian barat Provinsi Jawa Tengah.
Nama
Batang sudah dikenal sejak jaman kerajaan Majapahit sebagai suatu kota
pelabuhan. Nama Batang berasal dari kata Bata-An.
Bata berarti batu, dan An berarti satu atau pertama. Batang
telah dikenal sejak orang-orang Tionghoa banyak berguru agama Budha ke
Sriwijaya. Batang dikenal dengan nama Batan
sebagai kota pelabuhan yang sejaman dengan Pemaleng (Pemalang) dan Tema (Demak)
(http://www.batangkab.go.id)
1.5
Sistematika Skripsi
Penulisan skripsi ini dibagi
menjadi 3 bagian, yaitu bagian awal, bagian inti / isi dan bagian akhir.
Bagian awal skripsi berisi tentang halaman sampul, lembar berlogo, halaman judul, persetujuan
pembimbing, pengesahan kelulusan, pernyataan motto dan persembahan, prakata,
sari, daftar isi, daftar singkat teknis dan tanda (bila ada), daftar tabel
(bila ada), daftar gambar (bila ada), daftar lampiran.
Bagian inti/isi skripsi dibagi
menjadi 5 bagian, yaitu: pendahuluan, kajian pustaka dan kerangka berfikir,
metode penelitian, hasil dan pembahasan penelitian dan penutup. Adapun
perincian dari bagian inti/isi adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah dan
sistematika skripsi.
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERFIKIR
Berisikan tentang kajian pustaka
yang meliputi penjelasan mengenai sejumlah telaah pustaka yang berhubungan
dengan tema dalam penulisan penelitian, kerangka teori yang berisi tentang konsep-konsep teori fungsionalisme struktural yang mendukung pemecahan masalah
penelitian yang mendasari penulisan skripsi, dan kerangka berpikir.
BAB III METODE PENELITIAN
Menguraikan tentang dasar
penelitian, lokasi penelitian, tahap-tahap penelitian, fokus penelitian, sumber
data penelitian, validitas data, teknik pengumpulan data, objektivitas dan
keabsahan data, prosedur kegiatan penelitain dan analisis data.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berisi tentang pelaporan hasil
penelitian dan uraian pembahasan Kajian Fenomenologi
mengenai Upaya Pelestarian Batik Batang sebagai Warisan Budaya Masyarakat .
Berisi kesimpulan dari hasil
penelitian yang dilakukan oleh peneliti dan saran yang berkaitan dengan tema
yang diteliti.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN