KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN
KEBUDAYAAN NASIONAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
PROPOSAL
SKRIPSI
Nama : Arif
Mokhammad Yusuf
NIM :
3501408078
Prodi :
Pendidikan Sosiologi dan Antropologi
Jurusan :
Sosiologi dan Antropologi
I.
JUDUL
“KAJIAN FENOMENOLOGI MENGENAI UPAYA PELESTARIAN BATIK
BATANG SEBAGAI WARISAN BUDAYA MASYARAKAT”
II.
LATAR BELAKANG
Kabupaten Batang merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Tengah yang resmi dinyatakan sebagai
Kabupaten yang berdiri sendiri dengan segala bentuk administratif
kepemerintahannya sejak tanggal 8 April 1966. Kabupaten Batang berada dalam lingkup wilayah Karesidenan
Pekalongan dan lokasinya juga berbatasan langsung dengan Kabupaten dan kota
Pekalongan, oleh karena itu kultur
kehidupan masyarakat Batang hampir sama dengan kultur kehidupan masyarakat
Pekalongan dalam hal logat
bahasa, makanan khas, kesenian, maupun religi dan kepercayaannya.
Kabupaten Batang secara geografis berada di wilayah pesisir utara bagian barat Jawa
Tengah, oleh karena itu masyarakat Batang dalam pembagian bentang kebudayaan
masyarakat Jawa digolongkan sebagai masyarakat Jawa pesisiran. Daerah-daerah di
wilayah pesisir utara bagian barat Jawa Tengah dahulunya adalah daerah-daerah
kota pelabuhan yang merupakan tempat menepinya kapal-kapal dagang yang datang dan membawa
pengaruh-pengaruh kebudayaan asing masuk ke pulau Jawa, oleh karena itu tidak menutup kemungkinan
bahwa kebudayaan yang berkembang di Kabupaten Batang adalah
kebudayaan-kebudayaan pesisiran yang mendapatkan pengaruh dari
kebudayaan-kebudayaan asing yang masuk ke daerah Batang.
Kabupaten Batang secara umum memang berada di wilayah pesisiran, akan tetapi Kabupaten Batang juga mempunyai topografi daerah yang berupa dataran rendah
dan pegunungan. Kebudayaan yang berkembang di daerah pegunungan jelas berbeda
dengan kebudayaan yang berkembang di
daerah dataran rendah ataupun
di daerah pesisiran. Daerah pegunungan
memiliki kondisi geografis dan
potensi-potensi alam yang berbeda
dengan daerah dataran rendah ataupun pesisiran, oleh karena itu masyarakat yang
hidup di daerah pegunungan pun akan cenderung memiliki pola hidup dan cara mengembangkan diri yang berbeda dengan masyarakat yang hidup di daerah
dataran rendah ataupun di daerah pesisiran. Van Peursen (dalam Sutrisno dan Putranto,
2005: 259) mengungkapkan bahwa kebudayaan dartikan sebagai perwujudan kehidupan setiap orang
dan setiap kelompok orang yang berupaya mengolah dan mengubah alam sehingga
membedakan dirinya dengan hewan. Kebudayaan adalah gejala manusiawi dari
kegiatan berpikir (mitos, ideologi, dan ilmu), komunikasi (sistem
masyarakat), kerja (ilmu alam dan
teknologi), dan kegiatan-kegiatan lain yang lebih sederhana.
Tiga bentuk topografi daerah dengan pola hidup serta kebudayaan yang
berbeda dari masing-masing masyarakat yang tinggal di daerah tersebut merujuk
kepada keberagaman budaya yang ada di daerah Batang. Keberagaman budaya yang
ada di daerah Batang menjadi potensi daerah yang memberikan ciri khas
tersendiri bagi masyarakat Batang. Salah satu potensi daerah yang merupakan
ciri khas dan menjadi bagian dari
hasil kebudayaan masyarakat Ba
tang adalah kerajinan batik Batang. Batik Batang biasanya dikenal
juga dengan sebutan Batik Batangan. Batik Batang adalah batik dengan motif asli
yang berasal dari daerah Batang.
Batik Batang sebagai
warisan budaya nenek moyang masyarakat Batang telah diproduksi di wilayah
alas roban sejak zaman pemerintahan Sultan Agung pada
sekitar tahun 1613-1645 M (www.KhasanahBatikPekalongan.com)
.
Batik Batang memiliki corak
dan motif yang khas dan berbeda dengan
corak dan motif batik yang berasal dari daerah-daerah lainnya. Corak
dan motif pada Batik Batang merupakan suatu bentuk representasi
dari nilai-nilai seni budaya yang dimiliki oleh masyarakat Batang, oleh karena itu batik Batang juga menjadi salah satu simbol
kepribadian dan identitas kebudayaan dari masyarakat Batang. Perbedaan corak dan motif batik Batang
dengan corak dan motif batik dari daerah-daerah lainnya berkaitan juga
dengan adanya perbedaan nilai-nilai budaya serta perbedaan kearifan lokal yang berkembang di daerah Batang dan di
daerah-daerah asal motif batik yang berbeda tersebut. Corak khas dari suatu kebudayaan bisa
tampil karena kebudayaan itu menghasilkan suatu unsur yang kecil berupa suatu
unsur kebudayaan fisik dengan bentuk yang khusus, sehingga suatu kebudayaan
dapat dibedakan dari kebudayaan yang lain (Koentjaraningrat, 1990 : 263).
Motif batik Sogan Ireng-irengan adalah salah satu jenis dari motif batik Batang.
Batik motif sogan digunakan dalam lambang pemerintah Kabupaten Batang untuk
menunjukkan bahwa seni kerajinan batik di Kabupaten Batang adalah seni
kerajinan rakyat yang sudah mendarah daging dan diwariskan turun-temurun oleh
nenek moyang masyarakat Batang. Batik Sogan dalam lambang pemerintah Kabupaten
Batang juga mengandung makna bahwa rakyat Batang memelihara kebudayaan bangsa
serta kebudayaan daerah yang berkepribadian (
http://www.batangkab.go.id).
Batik sebagai suatu bentuk ekspresi seni budaya yang mempunyai makna
filosofis di dalam setiap corak dan motifnya merupakan warisan kekayaan budaya
daerah yang masih dijaga dan
dipertahankan kelestariannya di Negara Indonesia. Kebijakan pemerintah yang berisi tentang aturan untuk memakai seragam batik di lingkungan
pendidikan dan di lembaga-lembaga kepemerintahan merupakan salah satu upaya
yang telah dilakukan pemerintah untuk tetap menjaga kelestarian batik di Indonesia. Pada tahun 2009, batik Indonesia mendapatkan pengakuan oleh
UNESCO dan dimasukkan ke dalam Daftar Representatif sebagai Budaya Tak Benda
Warisan Manusia (representative list of
the intangible cultural heritage of humanity) dalam Sidang ke-4 Komite
Antar-Pemerintah (fourth session of the
intergovernmental committee) tentang Warisan Budaya Tak Benda di Abu Dhabi
(Husamah, 2009: 01).
Batik Batang belum begitu dikenal oleh masyarakat umum meskipun batik
Batang memiliki motif dan kualitas yang tidak kalah dengan batik-batik yang
berasal dari daerah-daerah lainnya. Batik Batang bahkan belum begitu dikenal
oleh sebagian masyarakat Batang meskipun batik Batang merupakan warisan kebudayaan
dari nenek moyang masyarakat Batang itu sendiri. Bagaimana upaya-upaya yang
dilakukan untuk menjaga kelestarian Batik Batang tentu dapat menjadi acuan untuk mengetahui
mengapa Batik batang kurang begitu dikenal oleh masyarakat. Pemahaman masyarakat Batang mengenai peranan
serta arti pentingnya batik Batang bagi masyarakat Batang akan berpengaruh juga
terhadap upaya-upaya pelestarian Batik Batang tersebut. Masyarakat Batang yang mempunyai pemahaman mengenai arti
penting batik Batang sebagai warisan kekayaan
budaya masyarakat Batang
tentu akan lebih terdorong untuk memiliki rasa tanggung jawab dalam mengupayakan
kelestarian batik Batang.
Batik-batik yang berasal dari daerah Pekalongan, Solo, maupun Jogjakarta cenderung lebih dikenal oleh masyarakat daripada batik-batik
yang berasal dari daerah Batang. Batik-batik
yang berasal dari daerah Solo dan Jogjakarta terkenal karena daerah Solo dan
Jogjakarta adalah daerah keraton yang merupakan tempat dimana awal mula budaya
batik mulai berkembang di Indonesia. Masyarakat juga cenderung mengenal
batik-batik yang berasal dari daerah Pekalongan karena daerah Pekalongan adalah
daerah yang sudah lama dikenal sebagai kota Batik. Letak Kabupaten Batang yang berada
tepat di sebelah timur daerah
Pekalongan dan dengan lebih superiornya batik Pekalongan dibandingkan dengan
batik Batang kemungkinan turut menjadi alasan mengapa Batik Batang belum begitu
dikenal oleh masyarakat umum.
Pembahasan diatas memberikan dorongan kepada penulis untuk lebih
mengetahui tentang upaya-upaya pelestarian Batik
Batang sebagai warisan kebudayaan masyarakat Batang. Sehubungan dengan hal
tersebut maka penulis mengangkat Judul “KAJIAN FENOMENOLOGI MENGENAI
PELESTARIAN BATIK BATANG SEBAGAI WARISAN BUDAYA MASYARAKAT” dalam penelitian
skripsinya agar penulis dapat melihat lebih dalam mengenai pelestarian batik
Batang.
III.
RUMUSAN
MASALAH
Dari
latar belakang diatas, disusunlah rumusan permasalahan sebagai berikut :
1.
Apa upaya-upaya
yang dilakukan untuk melestarikan batik Batang?
2.
Faktor-faktor apa yang mendukung dan menghambat upaya pelestarian batik Batang?
3.
Apa saja solusi-solusi yang dilakukan terhadap
faktor penghambat dalam upaya pelestarian
batik Batang?
IV.
TUJUAN PENELITIAN
Sesuai dengan
fokus permasalahan penelitian di atas, maka penelitian ini dilaksankan dengan
tujuan untuk :
1.
Mengetahui upaya-upaya yang dilakukan untuk melestarikan
batik Batang.
2. Mengetahui
faktor-faktor yang mendukung dan menghambat upaya pelestarian batik Batang.
3.
Mengetahui solusi-solusi yang dilakukan terhadap
faktor penghambat dalam upaya pelestarian
batik Batang.
V.
MANFAAT PENELITIAN
Manfaat
yang yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Manfaat teoritis
a.
Menambah khasanah keilmuan mengenai upaya
pelestarian warisan budaya dari sudut pandang ilmu sosial.
b.
Memperkaya wawasan dalam khasanah ilmu sosial
budaya.
c.
Sebagai bahan referensi dan acuan serta bahan
tinjauan bagi para pembaca atau para peneliti berikutnya.
2.
Manfaat praktis
a.
Bagi pemerintah
Penelitian
ini diharapkan mampu memberikan deskripsi informasi yang dapat digunakan
sebagai bahan acuan dan evaluasi bagi Pemerintah Kabupaten Batang dalam upaya pelestarian
batik Batang sebagai warisan budaya nenek moyang masyarakat Batang.
b.
Bagi masyarakat pemerhati batik
Penelitian
ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan kepada masyarakat pemerhati
batik mengenai upaya pelestarian batik Batang, sehingga diharapkan masyarakat
juga dapat lebih memahami arti pentingnya batik Batang sebagai warisan budaya
nenek moyang masyarakat Batang yang perlu dilestarikan. Masyarakat yang
memahami arti penting keberadaan batik Batang diharapkan dapat berpartisipasi
pula dalam upaya pelestarian batik Batang tersebut.
VI. PENEGASAN
ISTILAH
Penegasan istilah dimasudkan agar ada kesamaan
pemahaman terhadap istilah-istilah yang terdapat dalam judul penelitian “Kajian
Pelestarian Batik Batang Sebagai Warisan Kebudayaan Masyarakat”. Istilah yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Upaya
Pelestarian Batik Batang
Kata upaya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000 : 1250) mempunyai
arti sebagai usaha menyampaikan sesuatu maksud, akal, dan ikhtiar, sedangkan
kata pelestarian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002 : 665) berasal dari
kata lestari yang berarti kekal selama-lamanya. Pelestarian adalah perlindungan dari kemusnahan
atau kerusakan. Upaya pelestarian merupakan usaha yang dilakukan untuk
melindungi dari kemusnahan dan mempertahankan keberadaan agar tetap mampu
berkembang di tengah-tengah masyarakat. Upaya pelestarian batik Batang dapat
diartikan sebagai usaha mempertahankan keberadaan batik Batik Batang agar tetap
mampu berkembang di tengah-tengah masyarakat.
Kata batik berasal dari Bahasa Jawa amba yang berarti menulis atau
menggambar dan titik atau nitik yang berarti membuat titik-titik. Batik atau
kain batik dapat diartikan sebagai seni gambar diatas kain menggunakan malam
atau lilin untuk menahan warna dengan berbagai corak dan warna tertentu
(Muslimah, 2010: 2-3). Batik dalam anggapan umum adalah sebentuk kain yang
memiliki motif-motif tertentu, yang mana motif-motif tersebut telah digunakan beratus-ratus
tahun (mentradisi) pada sebuah wastra atau kain yang bermotif (Kusumaningtyas,
2009:111).
Batik yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah batik Batang. Batik
Batang adalah batik yang berasal dari daerah Batang dan merupakan warisan
budaya dari nenek moyang masyarakat Batang.
2. Warisan
Budaya
Cultur heritage dalam bahasa
inggris diterjemahkan sebagai warisan budaya, peninggalan budaya, atau
tinggalan budaya. Warisan budaya dapat didefinisikan sebagai
perangkat-perangkat simbol kolektif yang diwariskan oleh generasi-generasi
sebelumnya dari kolektivitas pemilik simbol tersebut (Kusumaningtyas, 2009:
61). General Conference UNESCO yang
dilaksanakan pada tanggal 16 November 1972 mendefinisikan warisan budaya
sebagai “Warisan dari masa lampau, yang kita nikmati saat ini dan akan kita
teruskan kepada generasi yang akan datang” (Kusumaningtyas, 2009: 63).
Djojodigoena (dalam Husamah, 2009: 36) menyatakan bahwa budaya adalah
daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa. Cipta adalah kerinduan
manusia untuk mengetahui rahasia segala hal yang ada dalam pengalaman lahir dan
batin. Karsa adalah kerinduan manusia untuk menginsyafi sangkan paran, yakni
dari mana manusia sebelum lahir (sangkan), dan kemana manusia sesudah mati
(paran). Rasa adalah kerinduan manusia akan keindahan, sehingga menimbulkan
dorongan untuk menikmati keindahan. Manusia merindukan keindahan dan menolak
sesuatu yang buruk. Buah perkembangan rasa terjelma dalam berbagai bentuk norma
keindahan yang kemudian menghasilkan berbagai macam kesenian.
Warisan budaya yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah batik Batang
yang merupakan warisan budaya dari nenek moyang masyarakat Batang.
3. Masyarakat
Batang
Masyarakat merupakan kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut
sistem adat istiadat tertentu yang besifat kontinyu dan yang terkait oleh
identitas bersama (Koentjaraningrat, 1990: 146). Mayarakat yang dimaksudkan
dalam penelitian ini adalah masyarakat Batang. Masyarakat Batang merupakan
masyarakat yang hidup di daerah Batang. Masyarakat Batang dalam bentang
kebudayaan masyarakat Jawa digolongkan sebagai masyarakat Jawa pesisiran karena
lokasi Kabupaten Batang berada di pesisir utara pulau Jawa.
Nama Batang sudah dikenal sejak jaman kerajaan Majapahit sebagai suatu
kota pelabuhan. Nama Batang berasal dari kata
Bata-An.
Bata berarti
batu, dan
An berarti satu atau
pertama. Batang telah dikenal sejak orang-orang Tionghoa banyak berguru agama
Budha ke Sriwijaya. Batang dikenal dengan nama
Batan sebagai kota pelabuhan yang sejaman dengan Pemaleng
(Pemalang) dan Tema (Demak) (
http://www.batangkab.go.id)
VII. TINJAUAN
PUSTAKA
Penelitian mengenai upaya-upaya pelestarian budaya telah
dilakukan oleh beberapa pihak. Hasil-hasil dari peneltian tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan-bahan referensi untuk tinjauan dalam berbagai kajian.
Penelitian
Juliani (2010) yang mengkaji tentang “Upaya Pelestarian Kesenian Tradisional
Brongan di Tengah Perkembangan Kesenian Modern di Kelurahan Kunden, Kecamatan
Blora Kabupaten Blora” menjelaskan bahwa Kesenian Tradisonal Barongan merupakan
kesenian rakyat yang sangat terkenal dikalangan masyrakat Blora, terutama
masyarakat di daerah pedesaan. Paguyuban Kesenian Tradisonal Barongan di desa
Kunden dapat bertahan di tengah perkembangan kesenian modern karena mempunyai
beberapa faktor pendukung dalam upaya pelestariannya.
Para seniman
dalam upaya pelestarian kesenian tradisonal Barongan di desa Kunden melakukan
peningkatan kualitas penampilan dan menyuguhkan beberapa adegan serta
atraksi-atraksi baru, menambahkan alat-alat musik modern dan lagu-lagu baru yang
sesuai dengan permintaan penonton dalam pementasan tanpa mengurangi unsur
tradisional di dalamnya. Para seniman tesebut juga menambah frekuensi
pertunjukkan, menjaga kondisi dan kestabilan para pemain, mendisiplinkan
anggota-anggota grup kesenian dan memperluas jangkauan wilayah pertunjukkan.
Pemerintah
Kabupaten Blora memberikan perhatian khusus dalam upaya pelestarian kesenian
tradisonal Barongan dengan mengadakan deklarasi kesenian tradisional barongan
dan menyertakan kesenian tradisional ke dalam Parade Seni Budaya Jawa Tengah.
Masyarakat yang menjadi pendukung dalam upaya pelestarian kesenian Barongan
juga menunjukkan peranannya dengan mengedarkan rekaman pertunjukkan yang berupa
kaset CD yang dijual di lapak-lapak sekitar pasar.
Upaya-upaya yang
dilakukan untuk menjaga kelestarian kesenian tradisonal Barongan diharapkan
memberikan dorongan kepada masyarakat untuk dapat memiliki rasa tanggung jawab
dan mengambil pembelajaran serta memahami arti penting dari kesenian tradisonal
Barongan. Seniman diharapkan tetap professional dan selalu melestarikan
kesenian Barongan sebagai kesenian tradisional yang tidak kalah populer dengan
kesenian modern.
Setiana (2010)
dalam “Kajian Foklor tentang Pelestarian Tradisi Macapat di Kraton
Ngayogyakarta Hadiningrat” menuturkan bahwa kesenian macapat merupakan warisan
budaya yang adiluhung. Kesenian
macapat sudah ada sejak zaman kerajaan-kerajaan di tanah Jawa dan menjadi
sebuah foklor atau tradisi masyarakat. Pada era globalisasi kesenian macapat
meredup karena anak-anak muda lebih menyukai kesenian modern daripada kesenian
tradisional.
Masyarakat
kurang mengetahui tentang macapat dan hanya lebih mengenal macapat dalam bentuk
campursari. Masyarakat kurang mengetahui macapat karena kesenian macapat sudah
jarang ada dan sudah sedikit juga orang yang bisa mengajarkan kesenian macapat,
oleh karena itu kesenian macapat perlu dilestarikan karena kesenian macapat
sudah berada diambang kepunahan.
Pelestarian
kesenian macapat tidak lepas dari unsur-unsur yang saling berkaitan antara yang
satu dengan yang lain. Unsur-unsur yang paling berpengaruh dalam pelestarian
kesenian macapat antara lain adalah Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Dinas
Kebudayaan, Dinas Pendidikan, media massa dan masyarakat. Proses pelestarian
kesenian macapat dilakukan dengan diadakannya perlombaan-perlombaan kesenian
macapat. Pelestarian kesenian macapat juga dilakukan dengan kaderisasi,
penggunaan macapat dalam kehidupan sehari-hari dan menjalin kerjasama dengan
lembaga-lembaga yang berwenang.
Kaderisasi terhadap
kesenian macapat dilakukan dengan mengajarkan kesenian macapat di tingkat
pendidikan. Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat melakukan pelestarian kesenian
macapat dengan mendirikan sanggar KHP Krida Mardawa sebagai tempat untuk
pembelajaran macapat. Kraton mengadakan pementasan kesenian macapat pada setiap
hari jum’at dan selalu memasukkan macapat ke dalam setiap agenda acara resmi
keraton.
Kajian Fenomenologi Mengenai Upaya Pelestarian Batik
Batang Sebagai Warisan Budaya Masyarakat merupakan kajian yang dilatar-belakangi
oleh permasalahan mengenai belum begitu dikenalnya batik Batang oleh masyarakat
umum, bahkan oleh sebagian masyarakat Batang sendiri. Penelitian ini akan
berusaha untuk mengungkapkan permasalahan yang dihadapi dengan menggunakan
pendekatan fenomenologi. Teori fungsionalisme struktural dalam penelitian ini
digunakan untuk melakukan analisis terhadap upaya-upaya pelestarian batik
Batang, faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam upaya pelestarian batik
Batang, serta solusi-solusi yang dilakukan terhadap faktor penghambat dalam
upaya pelestarian batik Batang tersebut.
VIII. LANDASAN TEORI
Dalam Kajian Fenomenologi mengenai Upaya
Pelestarian Batik Batang sebagai Warisan Budaya Masyarakat, peneliti melakukan
analisis dengan menggunakan teori Fungsionalisme Struktural dari Talcott
Parson.
Upaya pelestarian batik Batang dalam teori
fungsionalisme struktural dapat dikatakan sebagai suatu sistem tindakan sosial.
Parson mengemukakan bahwa fungsionalisme struktural dimulai dengan empat fugsi
penting untuk semua sistem tindakan yang dikenal dengan sebutan sistem AGIL.
Empat fungsi penting sistem tersebut adalah adaptation atau adaptasi
(A), dimana sistem harus mengatasi kebutuhan situasional yang datang dari luar
dan harus beradaptasi dengan lingkungan serta menyesuaikan lingkungan dengan
kebutuhannya. Goal attaiment atau pencapaian tujuan (G), sistem harus
mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya. Integration atau integrasi
(I), sistem harus mengatur hubungan dengan bagian yang menjadi komponennya. Latensi
atau pemeliharaan pola (L), sistem harus melengkapi, memelihara, dan
memperbarui motivasi individu dan pola-pola budaya yang menciptakan dan
mepertahankan motifasi tersebut (Ritzer dan Goodman, 2008: 257).
Parsons dalam analisis sistem sosial tertarik
pada komponen-komponen struktural. Parson memperhatikan masalah tentang status
peran dan juga komponen sistem sosial skala besar seperti kolektivitas, norma,
dan nilai. Parson dalam analisis sistem sosial tidak sekedar seorang strukturalis
tetapi seorang fungsionalis yang menguraikan sejumlah persyaratan fungsional
bagi sistem sosial. Pertama, sistem sosial harus terstruktur sedemikian rupa
sehingga dapat beroperasi secara baik dengan sistem lain. Kedua, agar dapat
bertahan hidup, sistem sosial harus dapat didukung sebelumnya oleh sistem lain.
Ketiga, sistem harus secara signifikan memenuhi proporsi kebutuhan aktor-aktornya.
Keempat, sistem harus menimbulkan partisipasi yang memadai dari anggotanya.
Kelima, sistem paling tidak harus memiliki kontrol minimun terhadap perilaku
yang berpotensi merusak. Keenam, jika konflik menjadi sesuatu yang menmbulkan
kerusakan yang signifikan harus dikontrol. Ketujuh, untuk kelangsungan
hidupnya, sistem sosial memeurlukan bahasa (Ritzer dan Goodman, 2008: 260).
Inti utama pemikiran Parson yaitu: (1) Tindakan
diarahkan untuk mencapai tujuan. (2) Tindakan terjadi dalam suatu situasi,
dimana beberapa elemennya sudah pasti, sedang elemen-elemen yang lain digunakan
oleh yang bertindak itu sebagai alat menuju tujuan itu. (3) Secara normatif,
tindakan itu diatur sehubungan dengan penentuan alat dan tujuan. (4) Tindakan
dilihat sebagai satuan kenyataan sosial yang paling kecil dan paling
fundamental. Kompenen-komponen dasar dari satuan tindakan adalah: tujuan (goal),
alat dan kondisi, nilai, norma, ide-ide, dan aktor (Salim, 2007: 120).
Parsons mengungkapkan bahwa masyarakat agar
dapat tetap eksis dalam mempertahankan keberadaannya harus dapat melakukan
fungsi-fungsi atau memenuhi kebutuahan-kebutuhan sebagai sebuah sistem (Salim,
2007: 122). Teori Fungsionalisme Struktural yang digunakan dalam Kajian
mengenai Upaya Pelestarian Batik Batang sebagai Warisan Budaya ini diharapkan
dapat digunakan untuk menganalisa serta menjawab permasalahan yang ada dalam
upaya-upaya pelestarian Batik Batang sebagai warisan budaya masyarakat Batang.
IX.
KERANGKA BERPIKIR
Gambar 1. Kerangka berfikir Kajian Fenomenologi mengenai Upaya Pelestarian
Batik Batang sebagai Warisan Budaya Masyarakat
Kerangka
berfikir tersebut dapat
dideskripsikan sebagai berikut:
Masyarakat Batang adalah masyarakat yang hidup di daerah Batang. Salah
satu potensi daerah yang menjadi ciri khas dan merupakan hasil dari kebudayaan
masyarakat Batang adalah
kerajinan batik Batang. Batik Batang sebagai warisan kekayaan budaya nenek
moyang masyarakat Batang belum begitu dikenal oleh masyarakat umum, bahkan oleh
sebagian masyarakat Batang sendiri. Upaya-upaya yang dilakukan untuk menjaga
kelestarian Batik Batang menjadi acuan untuk mengetahui mengapa Batik batang
kurang begitu dikenal oleh masyarakat. Upaya-upaya pelestarian batik Batang mempunyai
faktor-faktor pendukung dan penghambat. Solusi terhadap faktor-faktor
penghambat upaya pelestarian batik Batang akan berpengaruh pula terhadap upaya
pelestarian batik Batang.
X.
METODE PENELITIAN
1.
Pendekatan Penelitian
Penelitian dalam Kajian
Fenomenologi mengenai Upaya Pelestarian Batik Batang sebagai Warisan Budaya
Masyarakat ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Data-data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data-data deskriptif yang menggambarkan upaya-upaya
pelestarian Batik Batang dengan melihat makna, fenomena serta kendala-kendala yang menyertainya.
Asumsi dasar
pendekatan fenomenologi adalah bahwa manusia dalam berilmu pengetahuan tidak
lepas dari pandangan moral, baik pada taraf mengamati, menghimpun data,
menganalisis dan membuat kesimpulan. Fenomenologi berusaha untuk mengungkapkan suatu fenomena sosial dan
kaitan-kaitannya dengan orang-orang dalam situasi tertentu. Fenomenologi dalam Kajian
Fenomenologi mengenai Upaya Pelestarian Batik Batang sebagai Warisan Budaya
Masyarakat digunakan untuk mengungkapkan upaya pelestarian batik Batang dengan
melihat fenomena mengenai pandangan terhadap batik Batang.
Fenomenologi memfokuskan diri dan mengeksplorasi
pengalaman akan kesadaran manusia. Edward (dalam Sutrisno dan Putranto, 2005: 81), menjelaskan bahwa fenomenologi sering disebut juga sebagai metode
pemberian tanda kurung (bracketing)
dengan ide membuka persepsi yang murni lepas dari common sense atau akal sehat. Fenomenologi memandang tingkah laku manusia, tentang apa yang informan
katakan dan apa yang diperbuat sebagai hasil dari bagaimana menafsirkannya.
Pendekatan fenomenologi
memperhatikan emik dan etik. Sudut pandang emik merupakan sudut pandang yang
berasal dari kacamata masyarakat yang diteliti, sedangkan sudut pandang etik
adalah sudut pandang dari kacamata peneliti. Penelitian dengan pendekatan
fenomenologi merupakan penelitian yang menggunakan kaidah-kaidah umum dan
universal dengan tanpa mengabaikan pandangan-pandangan atau pemaknaan-pemaknaan
dari masyarakat yang diteliti. Pendekatan
fenomenologi menuntut pendekatan holistik dengan bersatunya subjek peneliti dan
subjek pendukung objek lapangan, menghayati kasus, serta melibatkan peneliti
dalam kasus lapangannya. Fenomenologi mencakup kasus dengan berbagai fenomena
sosial dalam masyarakat dan berlandaskan rasionalisme.
Fenomenologi mendudukkan objek penelitian
dalam suatu konstruksi ganda dan melihat objek dalam konteks natural, sehingga
pendekatan fenomenologi dapat dijadikan sebagai acuan untuk mengetahui deskripsi mengenai upaya-upaya
pelestrian batik Batang, faktor-faktor yang menjadi pendorong dan penghambat
dalam upaya pelestarian batik Batang, serta solusi-solusi yang dilakukan
terhadap faktor-faktor penghambat upaya pelestarian batik Batang.
2. Fokus
penelitian
Fokus dalam
penelitian ini adalah upaya pelestarian batik Batang, faktor-faktor yang
mendukung dan menghambat upaya pelestarian batik Batang, serta solusi-solusi
terhadap faktor-faktor penghambat upaya pelestarian batik Batang. Indikator dalam penelitian ini meliputi : gambaran umum
lokasi penelitian, gambaran umum
mengenai batik Batang, pandangan
dan alasan mengapa batik Batang kurang begitu dikenal oleh sebagian masyarakat
Batang sendiri, upaya pelestarian batik Batang, faktor-faktor pendukung
dan penghambat upaya pelestarian batik Batang, serta solusi terhadap
faktor-faktor penghambat upaya pelestarian batik Batang.
3.
Lokasi penelitian
Lokasi penelitian ini adalah pusat-pusat kerajinan
batik Batang yang berada di Kecamatan Batang, Kabupaten Batang. Lokasi tersebut dipilih
karena terdapat pihak-pihak yang berperan
dalam upaya pelestarian batik Batang, sehingga memungkinkan peneliti untuk dapat memperoleh informasi yang lengkap
dan sesuai.
4.
Sumber data penelitian
Sugiyono (2010: 62-63) mengungkapakan
bahwa pengumpulan data penelitian dapat dilakukan dan diperoleh dari berbagai
sumber;
a.
Sumber
Primer
Sumber Primer adalah sumber data
yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Sumber data primer dalam
penelitian ini adalah keterangan atau data yang diperoleh dari semua pihak yang
terkait dan turut berperan serta dalam upaya pelestarian batik Batang. Sumber
primer dalam penelitian ini antara lain para pengrajin batik Batang, pemasar
batik Batang, pemerintah Kabupaten Batang serta masyarakat Batang yang turut
berperan dalam upaya pelestarian batik Batang.
b.
Sumber
Sekunder
Sumber Sekunder adalah sumber
yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data. Pengumpulan data
dapat diperoleh melalui sumber-sumber seperti dokumen, foto, data jumlah
penduduk dan data geografis.
5. Teknik pengumpulan data
a.
Teknik
Observasi
Observasi
adalah teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung terhadap
subjek penelitian dimana sehari-hari berada dan biasa melakukan aktifitasnya.
Pemanfaatan teknologi informasi menjadi ujung tombak kegiatan observasi yang
dilaksanakan, seperti pemanfaatan tape recorder dan handy camera (Satori dan
Komariah, 2011: 90-128).
Unsur
observasi menurut Spradley (dalam Satori dan Komariah, 2011: 111) adalah
sebagai berikut:
1)
Ruang
(tempat) dalam aspek fisiknya.
2)
Pelaku,
yaitu semua orang yang terlibat dalam situasi.
3)
Kegiatan, yaitu apa yang dilakukan orang pada
situasi itu.
4)
Objek,
yaitu benda-benda yang terdapat ditemapat itu.
5)
Perbuatan,
tindakan-tindakan tertentu.
6)
Kejadian
atau peristiwa, yaitu rangkaian kegiatan.
7)
Waktu,
urutan kegiatan.
8)
Tujuan, apa
yang ingin dicapai dan makna perbuatan.
9) Perasaan, emosi yang dirasakan dan
dinyatakan.
b.
Teknik
Wawancara
Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide
melalui tanya-jawab, sehingga dapat terkonstruksi makna dalam suatu topik
tertentu (Sugiyono, 2010: 72).
Tujuh langkah dalam penggunaan teknik wawancara, yaitu:
1)
Menetapkan
kepada siapa wawancara itu dilakukan.
2)
Menyiapkan
pokok masalah yang akan dibicarakan.
3)
Mengawali
atau membuka alur wawancara.
4)
Melangsungkan
alur wawancara.
5)
Mengkonfirmasi
ikhtisar hasil wawancara dan mengakhirinya.
6)
Menuliskan
hasil wawancara ke dalam cacatan lapangan.
7)
Mengidentifikasi
tindak lanjut hasil wawancara.
6. Validitas Data
Uji validitas data dalam penelitian ini menggunakan teknik triangulasi. Teknik triangulasi merupakan teknik pengumpulan
data yang bersifat menggabungkan berbagai teknik pengumpulan data dan sumber
data yang telah ada sekaligus
menguji kredibilitas data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan
berbagai waktu (Sugiyono, 2010:126). Teknik triangulasi dalam penelitian
ini lebih ditekankan kepada triangulasi sumber. Triangulasi sumber untuk
menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang lebih
diperoleh melalui beberapa sumber.
7. Model
Analisis Data
Model analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis data deskriptif kualitatif. Penelitian
deskriptif kualitatif akan berusaha mendeskripsikan data atau kejadian dengan
kalimat-kalimat penjelas secara kualitatif. Data yang diperoleh dianalisis dengan reduksi data, penyajian data dan
penarikan kesimpulan atau verifikasi.
a.
Reduksi
data
Reduksi data diartikan sebagai
proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan
transformasi data yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan.
Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan,
mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data untuk menarik kesimpulan
dan verifikasi.
b.
Penyajian
data
Penyajian data adalah sekumpulan
informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan, Penyajian data dirancang guna menggabungkan informasi
yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah diraih dan dengan mudah
ditarik kesimpulan.
c.
Verifikasi
Penarikan kesimpulan atau
verifikasi mungkin tidak muncul sampai pengumpulan data berakhir, tergantung
pada besarnya kumpulan catatan lapangan, pengkodean, penyimpanan data dan
metode pencarian ulang yang digunakan. Makna yang muncul dari data harus diuji
kebenarannya, kekokohan dan kecocokan yang merupakan validitasnya.
XI.
SISTEMATIKA SKRIPSI
Skripsi ini berjudul “Kajian Fenomenologi mengenai Upaya Pelestarian Batik Batang sebagai Warisan
Budaya Masyarakat”. Skripsi
ini
dikelompokan ke dalam V Bab untuk
memperoleh gambaran dan memudahkan pembahasan dengan sistematika berikut :
Bagian awal
skripsi tentang halaman sampul, lembar berlogo, halaman judul, persetujuan
pembimbing, pengesahan kelulusan,pernyataan motto dan persembahan, prakata,
sari, daftar isi, daftar singkat teknis dan tanda (bila ada), daftar tabel
(bila ada), daftar gambar (bila ada), serta daftar lampiran. Bagian pokok terdiri dari :
BAB I
PENDAHULUAN
Berisi tentang
latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan
batasan istilah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BEPIKIR
Tinjauan pustaka berisi tentang kajian pustaka yang berhubungan dengan Kajian Fenomenologi
mengenai Upaya Pelestarian Batik Batang sebagai Warisan Budaya Masyarakat dan kerangka
teorinya berisi teori
fungsionalisme struktural yang mendukung pemecahan masalah penelitian.
BAB
III METODE PENELITIAN
Menguraikan
tentang dasar penelitian, lokasi penelitian, tahap-tahap penelitian, fokus penelitian,
sumber data penelitian, teknik pengumpulan data, validitas data penelitian dan model analisis
data.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berisi tentang
pelaporan hasil penelitian yaitu gambaran umum lokasi penelitian (kondisi
geografis, administrasi, pendidikan, kehidupan beragama dan mata pencaharian)
dan pembahasannya mengkaitkan dengan kerangka teori atau penelitian yang
dilakukan sebelumnya.
BAB V
PENUTUP
Berisi kesimpulan
dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan. 2000. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Biki, Pipit Tanjung. 2009. Sejarah Perkembangan Kerajinan Batik Di Tinjau Dari Sosial Budaya Di Kabupaten
Batang Tahun 1968-1973. Semarang : Unnes
Juliani, Galih Esti.
2010. Upaya Pelestarian Kesenian
Tradisional Brongan di Tengah Perkembangan Kesenian Modern di Kelurahan Kunden,
Kecamatan Blora Kabupaten Blora.
Skripsi. Semarang : Pend. Sos-Ant. Unnes.
Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu
Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta
Kusumaningtyas, Rindia Fanny. 2009. Perlindungan Hak Cipta atas
Motif Batik sebagai Warisan Budaya Bangsa (Studi terhadap Karya Seni Batik
Tradisional Kraton Surakarta). Tesis. Semarang: Pascasarjana Ilmu
Hukum UNDIP. (pdf). Di Unduh pada (24/02/2012).
Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2008. Teori
Sosiologi dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial
Posrmodern. Terjemahan Nurhadi. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Salim, Agus. 2007. Teori Sosiologi Klasik dan Modern.
Semarang : Universitas Negeri Semarang Press.
Satori, Djam’an
dan Aan komariah. 2011. Metodologi
penelitian kualitatif. Bandung : Alfabeta.
Setiana, Erwan.
2010. Kajian Foklor tentang Pelestarian
Tradisi Macapat di Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Skripsi. Semarang : Pend.
Sos-Ant. Unnes.
Sugiyono. 2010. Memahami Penelitian
Kualitatif. Bandung : ALFABETA.
Sutrisno, Mudji dan Hendar Putranto. 2005. Teori-Teori Kebudayaan. Jogjakarta:
Kasinius.